Senin, 26 September 2016

EDISI 92: SEKOLAH BERWAWASAN LINGKUNGAN



Bidik

 Kacang yang Tak Lupa Kulitnya

Sekolah dalam naungan Yayasan Pangudi Luhur (YPL) banyak menelorkan tokoh berkualitas di negeri ini, di pemerintahan, militer, politisi maupun pengusaha sukses. Dan mereka  bagaikan kacang yang tidak lupa akan kulitnya alias selalu ingat dengan almamaternya.
Ini juga tampak dalam diri Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol Drs Condro Kirono, M.M, M.Hum. Terhitung sejak April 2016 jabatan ini disandang salah satu lulusan SMA PL Santo Yosef Surakarta 1980 ini.
Usai lulus dari almamaternya, Pak Condro kelahiran Surakarta 12 Desember 1961 ini masuk Akademi Kepolisian dan lulus tahun 1984. Beliau pernah menjabat Direktur Lalu Lintas (Dirlantas) di tiga Polda : Kalsel, Jawa Timur dan Metro Jaya, setelah itu menjadi Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Kepolisian Negara RI.
Dalam upaya mengenang kembali kebahagiaan bersama dengan sesama alumni SMA PL Yosef,  ia mengumpulkan para alumni sekolah ini di Hotel Aston, 28 Mei 2016 lalu. Acara ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan rasa persaudaraan, kekeluargaan agar kebersamaan yang pernah terjadi di SMA dulu tidak pernah hilang, sebaliknya malah semakin bersemai. (Hans)
  message


Bidik
Kesenangan itu Mahal

Nek wis seneng ki larang regane (kesenangan itu mahal harganya). Ungkapan ini dialami FX Eko Prihantoro (47 thn), guru Bahasa Indonesia SMK PL Muntilan. Dengan keinginan dan kesadaran sendiri Pak Eko belajar othak-athik komputer bahkan hingga mengikuti kursus di luar jadwal  sekolah. Kesenangan dan hobi  IT ini tak sia-sia karena oleh sekolah ia ditunjuk menjadi sekretaris di beberapa kepanitiaan yang memerlukan skill komputer.  Dari era mesin ketik manual, kemudian komputer disket hingga era digital, gadget dan komputer yang serba canggih semua dialaminya.
                Beristrikan Th Sri Harjati Wulandari (40 th) yang mengajar Kimia di SMA Seminari Mertoyudan, Pak Eko dikaruniai dua anak:  Yohana Ardina (Klas 5 SD) dan Vallent (Kelas 3 SD). Sejak tahun 1993, Pak Eko  bergabung di SMK PL Muntilan. Saat awal menjadi guru,  Kepala Sekolahnya adalah Bruder Vianie FIC (alm.). Duapuluh tiga tahun menjadi anggota keluarga SMK PL, tentunya  telah banyak suka-duka, berkat dan anugerah yang dialaminya. Pak Eko juga pernah pernah menjabat Waka Kurikulum dari tahun 2009-2013.
Selain menyukai IT, sebagai guru Bahasa Indonesia, Pak Eko  juga mengembangkan ilmunya di bidang kepenulisan. Beberapa tulisannya sering dimuat di Majalah Bianglala YPL ini. Beberapa waktu lalu, Pak Eko menjadi pemenang pada Lomba Menulis yang diselenggarakan oleh Penerbit Leutika Yogyakarta. Kumpulan tulisan para pemenangnya diterbitkan menjadi buku yang berjudul  “Curhat Jalan Raya” dan  “Crazmo” (Crazy Moment). Saat YPL mengadakan Lomba Penulisan  Best Practices  tahun Yubillium  2014  lalu, Pak Eko menjadi salah satu pemenangnya. Sebagai guru Bahasa Indonesia, dia ingin memberi contoh kepada para siswanya untuk berani mempublikasikan kemampuan menulisnya.
            Pengalaman sekian lama menjadi guru sedikit demi sedikit mampu mengubah sikap dalam menghadapi peserta didiknya. Kini ia lebih sabar. “Dulu saya keras terhadap mereka, tapi ternyata ini tidak nyaman untuk diri saya dan juga siswa,ungkap Pak Eko.
Mulailah ia menurunkan tuntutan, target, menyelaraskan diri dengan alam pikiran peserta didik. Sekarang ia enjoy menjadi guru karena mampu memahami kesulitan dan masalah yang dihadapi murid-muridnya.  
            Kebahagiaan Pak Eko bertambah melihat dua anaknya mampu berkembang sesuai talentanya di bidang musik. Bahkan anak sulungnya sering menjadi organis gereja dan lingkungan. Musik klasik baik untuk perkembangan psikomotorik bayi dalam kandungan. Hal itu dilakukan istrinya saat mengandung buah hatinya. Terbukti sejak kecil dua anaknya mampu menikmati  musik. Pak Eko dan istrinya mencari guru les musik untuk dua anaknya, hasilnya kini mereka mampu menguasai musik dengan amat baik.
Pak Eko, semoga semakin menikmati menjadi guru, suami  dan ayah bagi keluarga. (Nik)

Bidik

Beri Perhatian pada Sekolah Pinggiran

Guru TIK (komputer) dan Bahasa Jawa di SMP PL Tlogo, Tuntang, Kabupaten Semarang,Yohanes Adi Kristiyanto ST, selalu berharap sekolahnya yang berada di pinggiran dan “minus” agar lebih diperhatikan oleh YPL (Yayasan Pangudi Luhur). Dari segi jumlah siswa, SMP PL Tuntang belum ideal, dan sekolah ini berlokasi di antara perkebunan karet.
Dilihat dari latar belakang kehidupan para siswanya, bisa dibilang terbatas baik secara finansial maupun intelektual. Saat melakukan home visit (kunjungan ke rumah siswa), menyadarkan hidupnya untuk rendah hati dan senantiasa bersyukur.  “YPL hendaknya selalu memperhatikan nasib sekolah pinggiran,” tutur alumnus Universitas Dian Nuswantoro Semarang ini.
Adi Kristiyanto mensyukuri pekerjaan yang dilimpahkan kepadanya sejak diangkat menjadi guru YPL per 1 Juli 2006 di SD PL Ambarawa, kemudian dimutasi ke SD PL Don Bosko Semarang dan kini di SMP PL Tlogo Tuntang. Baginya, YPL merupakan keluarga kedua. “Mutasi ini mampu membukakan hati yang tertutup,” ucap guru kelahiran Kabupaten Semarang 21 Maret 1979 dan berhobi fotografi ini.
Dari rumahnya, Perum Bawen Bukit Permai C-29, kabupaten Semarang, suami dari Yohana Kusumawati dan ayah dari Yohana Stevie Bening K (11 th) dan Stevanie Lintang K (6 th) ini merasa tidak jenuh dan capai menuju ke tempatnya mengajar.  Semboyan hidupnya adalah “do the best for children and others” dan hidup harus selalu disyukuri. (hans)


Bidik

Kedisipinan dan Kejujuran Kunci Kesuksesan

Meraih kesuksesan adalah harapan banyak orang. Namun demikian kesuksesan akan diperoleh bila tertanamkan kedisiplinan dan kejujuran sejak dini. Demikian pendapat Laksda Ass Prof  Dr Antonius Yani Antariksa SE., SH., MM. Hal itu dikatakannya saat memberi motivasi dalam Masa Pengenalan Lingkungan sekolah (MPLS) di almamaternya,  SMA PL Santo Yosef Surakarta, Sabtu (23/7/16).
Dalam pengalamannya selama sekolah di sini, kedisiplinan dan kejujuran yang diterapkan dengan konsisten membuat dirinya bisa sukses seperti ini. “Selain dua hal tersebut dibutuhkan pula semangat, kerja keras dan selalu berkarya agar bisa meraih sukses,” ucap pengajar dan Direktur Topografi Lemhanas ini.
 Berbagi pengalaman dan motivasi yang dilakukan pria kelahiran Surakarta 26 Juni 1959 peraih penghargaan Adimakayasa AAL angkatan 27ini bagaikan pelecut bagi siswa dan orang tua wali yang hadir. Pengalaman Yani Anatariksa semasa SMA ini menunjukkan jika kita taat pada peraturan sekolah dan belajar dengan baik semua jalan akan dimudahkan.
Alumnus SMA PL Yosef 1977 ini setamat SMA mendaftar ke lembaga pendidikan tinggi manapun diterima. Namun akhirnya ia memilih menempuh pendidikan di Akademi Angkatan Laut (AAL) dan meninggalkan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
“ Saya merasa kagum dan bangga terhadap SMA PL Yosef karena penerapan disipilin dengan masih tidak memperbolehkan masuk bagi siswa yang terlambat, karena konsistensi ini akan membentuk pribadi siswa yang kuat dan tangguh,” pungkasnya. (hans)

Bidik

Berdoa dan Bekerja

Dua puluhan tahun lalu Surabaya Barat dikenal sebagai kawasan gersang dan tidak produktif. Hampir tidak ada orang yang membayangkan bahwa kawasan itu bakal menjadi permukiman elit yang mentereng dan asri. Sutoto Yakobus (54), Direktur Utama Ciputra Grup, ikut berjasa 'menyulap' lahan gersang itu. 
Ketika ditanya apa kiat untuk mengembangkan Ciputra Grup di Surabaya Barat,  menurut dia, sebetulnya sederhana saja. Kalau ingin sukses, kita harus punya pemikiran dan konsep berbeda dengan orang lain. “Dulu tidak ada orang yang membayangkan bahwa Surabaya Barat bisa berubah seperti sekarang. Tapi kami sejak awal optimistis untuk mengembangkan kawasan itu. Maka, konsep kami memang beda. Itulah yang mendorong kesuksesan Ciputra Grup dalam mengembangkan bisnis properti di Surabaya Barat,” ujar pria kelahiran Semarang 24 Juli 1961 ini.
Saat disinggung tentang para bisnisman yang cenderung workalkoholic, dia cuma tertawa. “Hehehehe.... memang, dulu saya bekerja sangat keras. Nggak kenal yang namanya hari libur. Tanggal merah, hari-hari besar keagamaan pun saya tetap kerja. Apalagi, ketika masih muda saya rajin mencari uang sebanyak-banyaknya. Saya punya ambisi besar untuk sukses dalam karir. Sebelum di Surabaya, saya dipercaya menjadi marketing manager di Citra Garden Jakarta. Setahun kemudian pindah ke Mal Ciputra Semarang, lalu pada 1994 pindah ke Surabaya. Sampai sekarang saya di Surabaya,” jelas mantan Ketua Percasi Jatim dan Ketua DPD REI Jatim ini.
Ora et Labora. Berdoa dan bekerja. Prinsip ini yang sekarang selalu diterapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Meski sibuk berbisnis, mengurus Ciputra Grup, dia selalu meluangkan waktu untuk Tuhan. “Tiap hari Minggu saya bersama keluarga ikut misa di Gereja Santo Yakobus, CitraLand. Setiap malam kami juga berkumpul di rumah untuk berdoa bersama,” kata suami Lusiana Setiani ini.
Alumni SD PL Bernadus dan SMP PL Domenico Savio ini ternyata dapat berbicara sangat religius. “Kita tidak bisa hanya bekerja melulu dan melupakan Tuhan. Justru kegiatan rohani itu menjadi inspirasi dan memperkaya batin kita dalam bekerja. Saya juga menerapkan ajaran cinta kasih dalam berhubungan dengan relasi bisnis maupun karyawan.  Contohnya, kalau kamu dicurangi oleh orang, janganlah kamu membalas mencurangi orang tersebut. Pergunakanlah pendekatan kasih sayang untuk menyadarkan orang tersebut kembali ke jalan yang benar. Juga dalam berkomunikasi dengan karyawan harus ada keseimbangan antara menerapkan prinsip perusahaan dengan kasih kemanusiaan agar tercipta hubungan saling menguntungkan. Karyawan akan lebih termotivasi untuk bekerja dengan baik,” kata ayah dari Nitya (24), Nadya (20), dan Abi (18). (Har-bs) 



Realita

“Hadiah Terindah” Suster Emi

Lahir di tengah-tengah keluarga nonkatolik, saat bersekolah di SD Negeri, tumbuh keinginan di benaknya untuk kelak melanjutkan bersekolah di sekolah katolik yaitu di SMP PL Kaliduren (sekarang SMP PL Moyudan). 
Sewaktu belajar di SD, mata pelajaran agama sudah dipisah untuk murid yang katolik dan yang nonkatolik. Suster Emi kecil punya pengalaman tidak menarik ketika belajar bahasa Arab. Pukulan kecil mendarat di badannya ketika tidak bisa membaca tulisan Arab. Sejak saat itu ada sedikit”ketidak sukaan”nya pada sosok guru agama. Akhirnya Suster Emi belajar bersama teman-temannya yang beragama Katolik.
“Ternyata enak ya belajar agama Katolik, nyanyi-nyanyi, menggambar, dan doanya tidak sulit,” kata Suster Emi mengenang.
Lulus SD, ia langsung bersekolah di SMP PL Kaliduren. Di sekolah ini Emi semakin mantap mengikuti pelajaran agama Katolik. Di SMP PL Kaliduren ia sangat terkenang dengan Pak Anton. Lulus SMP PL Kaliduren tahun1979, ia melanjutkan ke SPG PL Sedayu. Di SPG inilah kemantapannya dalam belajar agama Katolik ia kuatkan dengan ikut magang (katekumen).
Kalau dulu selalu muncul pertanyaan, apa sih Katolik itu, untuk apa ke gereja, di SPG PL Sedayu semua tanya itu terjawab sudah. Sosok Bruder Anton Marsudiharjo FIC menjadikan Emi semakin mantap mengikuti Yesus. “Sosok Br Anton, bagi saya, adalah rohaniwan yang ramah, pinter, dan menyenangkan,” kenang Sr Emi yang adik kelasnya Br Anton Karyadi FIC ini.
Sr Emi juga terkesan dengan Pak Mukardi yang bisa mengantarnya sampai bisa seperti ini. Bahkan ketika diajak misa untuk pertama kalinya, Sr Emi saat itu masih bingung. Waktu itu di SPG PL Sedayu siswa non Katoliknya hanya tiga, termasuk Sr Emi.
Lulus SPG PL Sedayu tahun 1983, Sr Emi juga telah menyelesaikan katekumen, namun dia tidak berani baptis. Ketidak beranian itu karena memang belum waktunya. Untuk itu Sr Emi memberanikan diri mengadu nasib ke kota Bogor. Sr Emi mengikuti Oomnya yang dulu pernah menjadi bruder, dan telah menikah.
Oom Suster Emi ini bersedia antar-jemput Sr Emi ke gereja. Dia berani ke gereja karena telah jauh dari orangtuanya. Pergulatan batin Sr Emi sungguh hebat. Di rumah hidup di tengah-tengah keluarga yang bukan Katolik, di tempat Oomnya juga.
Dalam perjalanan hidupnya, Suster Emi menemukan panggilan lewat banyak orang. Dari guru, teman, dan saudara, juga campur tangan Tuhan, sehingga akhirnya Sr Emi bisa mengikuti pendidikan suster di Lampung. Belajar katekumen tetapi keluarga tidak membolehkannya  baptis apalagi ke gereja. Pernah pula ia melamar PNS dan mendapat tugas di Kalimantan namun juga tidak dizinkan orang tuanya. Tapi Tuhan selalu memberikan yang terbaik bagi umatnya. Akhirnya panggilan menjadi suster disandangnya. Namun sebelumnya  Sr Emi sempat kebingungan juga karena untuk menjadi suster harus ada izin dari orangtua ataupun wali. Oom yang dulunya Bruder mengerti akan keinginan Suster Emi, maka Oomnya yang mengizinkan Sr Emi. Toh ini karena Tuhan sendiri yang memanggil.
Tahun 2001, Sr Emi mendapat tugas di Seminario Menor Nossa Senhora de Fatima Balide, Dili, Timor Leste. Awal tugasnya adalah menjadi pendamping para calon imam praja di Timor Leste. Berkat kegigihan Suster Emi semua kendala terlewati. Sebagai Suster Misionaris, Sr Emi belajar bahasa, adat, dan kebudayaan Timor Leste. Setelah mengenal banyak tentang Timor Leste barulah Sr Emi terjun total mendampingi para seminaris.
Dalam mendidik calon imam di Dili tantangannya sungguh berat. Mereka yang berasal dari keluarga yang keras terbiasa dengan kekerasan fisik juga. Sr Emi yang melihat anak-anak dihajar pakai cambuk dari kabel yang dipilin atau dikepang sungguh pemandangan yang sangat mengerikan. Hampir tiap malam Sr Emi menangis di bawah jendela rifter (ruang makan) menyaksikan anak yang mendapat hukuman seperti itu. Tetapi memang itulah salah satu cara memberi hukuman dalam kehidupan keluarga di sana.  Setelah mendapat hukuman mereka minta obat pada Sr Emi. Bagi mereka hukuman seperti itu biasa tetapi bagi Sr Emi ini pemandangan yang luar biasa menakutkan. Namun akhirnya pemandangan ini menjadi biasa baginya.
Hidup di Dili sungguh menyenangkan apalagi ada kerja sama yang erat antara para romo, diosesan, pamong, dan semua tenaga kependidikan di Seminari itu. Banyak calon romo di seminari itu. Rata-rata per kelas ada 35 calon romo. Namun seiring berjalannya waktu akhirnya mreteli juga. Ada yang menggembirakan hidup di Dili terutama bagi yang beragama Katolik. Hampir setiap menit ada misa, saking banyaknya romo dan ujub misa….
Sr Emi yang mempunyai tugas memasak ini sering mendapat kebaikan dari Bruder Y Krismanto FIC yang juga berkarya di Timor Leste. Br Kris sering mengirim sayuran, buah-buahan bahkan pete yang hampir 25 tahun tidak dirasakan Sr Emi. Surprise….
Setelah beberapa tahun berada di Dili, Sr Emi mendapat waktu mengunjungi saudara di Kaliduren, Sleman. Teman-teman Suster, Bruder ataupun Romo sering juga mengunjungi ibunda mereka. Ketika pulang dengan menggunakan pakaian suster, tentu saja ibunya kaget. Kekagetannya disertai tangis dan tanya, “mengapa bisa begini?”
Suster Emi menjelaskan arti panggilan hidup walaupun cerita itu tidak dimengerti oleh ibu dan saudara-saudaranya. Setelah ibunya memahami arti menjadi suster akhirnya menerima walaupun (mungkin) dalam hati menolak.
Sr Emi menjelaskan bahwa menjadi biara itu tidak mendapat gaji, namun saat pulang Sr Emi juga membawakan oleh-oleh buat keluarga. “Katanya tidak punya gaji, kok bawa oleh-oleh?” tanya ibunya.
Suster Emi menjelaskan bahwa seorang biarawati juga mendapat uang saku dan transport. Pemahaman anaknya yang menjadi suster tidak bergaji, ini membuat ibunya yang sungguh luhur tidak pernah minta uang.
Pada akhirnya “kerelaan” mempersembahkan anaknya mengikuti jalan Tuhan itu pun menjadi hadiah yang terindah bagi Suster Emi. (Retnowi)

Percik
Membaca yang Berdaya Ubah
Oleh : Markus Sunaryo *)

Seorang Dosen Kitab Suci, yang sekarang menjadi Uskup, pernah mengajak mahasiswanya untuk berdiskusi tentang kehebatan Yesus dalam “menjatuhkan” lawan-lawannya yang selalu mencobai-Nya. Selain itu penampilan, gaya bicara Yesus selalu mempesona banyak orang. Dari manakah kemampuan Yesus yang sehebat itu? Ada mahasiswa yang menjawab, “karena Dia adalah Allah.” Lalu dosen itu mengatakan diskusi kita selesai karena jawaban itu.
            Sang dosen tadi sebenarnya mau menyampaikan bahwa Yesus itu rajin membaca kitab suci. Dia selalu mengatakan ada tertulis,  atau juga tidakkah kamu baca. Dari dua hal ini nampak jelas dan tidak diragukan jawaban Yesus dari sisi kemanusiaan, karena Yesus rajin membaca secara komprehensif sehingga mampu mengaitkan satu dengan yang lain lebih tepat dan kontekstual.

Membaca yang “mengubah”
            Yesus mempunyai kemampuan membaca yang bagus. Dia pernah ditunjuk sebagai lector, pembaca dalam rumah ibadat (Bdk Luk 4:15-21). Entah kebetulan atau saat itu sudah ada kalender liturgi Yahudi, Yesus membaca kitab Yesaya. Tentu Dia membacakan dengan sangat baik, dan ketika memberikan penjelasan sangat menghebohkan jemaat yang hadir di situ. Orang menanyakan kemampuan Dia membaca sedemikian hebat, yang mampu “mengubah” dan membuat orang mendapat pencerahan. Menurut penelitian arkeologis dan ahli-ahli dalam sejarah kekristenan, di Nasaret tempat Yesus dibesarkan, ada sekolah kitab suci (semacam pesantren), namun dibubarkan oleh tentara Romawi, karena dikira itu adalah sekolah politik. Yesus dimungkinkan pernah sekolah di situ bersama ahli-ahli Taurat yang sering mencobai Dia.
            Dalam Perjanjian Baru, khususnya Injil, kita dapat menemukan  Yesus berhadapan dengan orang-orang yang memusuhinya. Di sana Yesus tidak ber-argumen yang muluk-muluk, tetapi menyampaikan hal-hal yang sudah sangat akrab dan digeluti lawan-Nya, yakni nas-nas dalam kitab suci sendiri. Maka untuk membuat lawan tidak berdaya Yesus cukup mengatakan, tidakkah kamu baca dalam kitab suci, atau ada tertulis dalam kitab suci. Demikian juga dialog Yesus dengan iblis yang mencobai-Nya di padang gurun, Yesus selalu mengatakan, ada tertulis. Argumen Yesus cukup efektif untuk melumpuhkan lawan-lawannya, karena argumen-Nya berdasarkan apa yang diyakini semua orang sebagai kebenaran yakni Kitab Suci.

Kemampuan Menulis
            Membaca erat kaitannya dengan menulis. Biasanya kemampuan membaca dan menulis berjalan seiring dan saling menyempurnakan. Di sini kita bisa bertanya, Yesus mempunyai kemampuan membaca yang menghebohkan, yang berdaya ubah, yang mengubah pola pikir, dan seterusnya, apakah Yesus juga mempunyai kemampuan istimewa dalam menulis, sehingga mewariskan tulisan seperti Yesaya, Yeremia, Kidung Agung, Mazmur?
Pada ahli kitab sepakat, Yesus tidak mewariskan tulisan-Nya. Yesus kerja-Nya bersifat blusukan dan waktu hidup-Nya relatif singkat. Maka “sekretaris”lah kelak yang akan menuliskan Matius, Markus, Lukas dan Yohanes. Namun dalam keempat Injil juga hanya ada dua ayat yang mengatakan Yesus menulis. Itupun dalam satu konteks: kepada Yesus dihadapkan perempuan yang kedapatan berzinah dan sekali lagi, itupun untuk mencobai Yesus.
Dalam  Yohanes 8 ayat 6 dan ayat 8 dikatakan, Yesus membungkuk dan menuliskan di tanah. Apa yang dituliskan tidak ada yang tahu persis. Namun orang-orang Yahudi, ahli Taurat, orang Farisi nampaknya tahu apa yang Yesus tulis di tanah itu. Ada ekseget (ahli ilmu kitab suci) yang menduga bahwa tulisan itu adalah hukum kasih: Cinta Tuhan dan Cinta Sesama. Namun kemungkinan juga 10 Perintah Allah, di mana ada yang memuat larangan berzinah. Dan barangkali di antara mereka ada yang pernah terlibat dalam perzinahan dengan perempuan itu. Lawannya mundur teratur setelah Yesus mengeksekusi dengan kata-kata, barang siapa tidak berdosa hendaklah melempar terlebih dahulu.
            Tulisan Yesus meskipun sederhana, di tanah, mudah terhapus; mampu berdaya ubah. Orang yang tadinya mau marah, mau melempari batu ke arah perempuan menjadi malu dan menunda kemarahannya. Sebaliknya perempuan yang sudah dipastikan akan mati karena lemparan batu yang tidak manusiawi menjadi terselamatkan.

Refleksi
            Guru adalah pembaca, atau tukang baca, dan juga penulis atau tukang tulis. Kalau mau belajar dari Yesus maka kegiatan membaca guru secara rutin masih harus dilakukan. Hindari kata sudah pernah, wis tau. Membaca di hadapan murid secara langsung akan berbeda dengan membaca sendiri-sendiri dalam kebersamaan di kelas. Membaca manual, dari buku cetakan jauh lebih berkesan daripada membaca dalam gadget dan media online lainnya.
Demikian juga guru meskipun mengajarnya sudah menggunakan LCD, lewat media sosial, ketika ada tatap muka dengan para siswa masih sangat diperlukan guru menulis di papan tulis. Jangan pernah mengeluh siswa tulisannya jelek, kalau kita pun tidak pernah memberikan contoh tulisan yang bagus. Banyak siswa ingat jawaban soal ulangan berdasarkan ingatan ketika gurunya menuliskan pembahasan di sudut tertentu dari papan tulis. Jenis tulisan guru pun dapat membantu ingatan siswa.
            Satu hal lagi yang perlu dipelajari dari Yesus, selain pembacaannya dan penulisannya berdaya ubah; Yesus selalu mengendapkan apa yang Dia lakukan sepanjang hari dengan selalu menyingkir ke tempat yang sunyi untuk berdoa.
Maka letak kekuatan semua pembelajaran menarik ini adalah pembacaan yang bagus dan penulisan yang bagus dari sisi guru/pendidik. Mari kita tingkatkan kemampuan membaca dan menulis kita

*) Guru SMA PL Sukaraja

Segar 
“Angin Duduk” yang Mematikan

Hari itu Dina (32 thn) meminta izin pulang lebih cepat dari kantornya. Sejak pagi, Dina merasa pusing dan mual. "Aku masuk angin nih," keluhnya pada Fahmi (35 thn), suaminya melalui telepon.
Setiba di rumah, Dina memesan bubur ayam dan teh panas untuk mengurangi rasa tak enak badan. Setelah kerokan, ia mengoleskan minyak kayu putih ke seluruh badannya, sebelum beranjak tidur.
Lepas senja, Dina belum bangun juga. Fahmi yang baru saja pulang kantor menengok ke kamar. Di tempat tidur Dina memang masih tertelungkup, tapi....sudah tak bernapas lagi! Wajahnya kebiruan. Tampaknya Dina menahan rasa sakit sesaat sebelum menghembuskan napas terakhirnya. Selain panik, suaminya juga bingung. Sejauh diketahuinya, selama ini kondisi kesehatan Dina baik-baik saja. Bahkan istrinya itu tergolong wanita gesit yang memiliki segudang aktivitas setiap harinya, Penyakit "tersembunyi" apakah yang merenggut nyawa Dina?
Menurut dr H Djoko Maryono DSPD, DSPJ, ahli internis dan Kardiologi dari RS Pusat Pertamina, yang dialami Dina adalah Angina Pectoris. Orang-orang kita dulu biasa menyebutnya sebagai penyakit Angin Duduk atau lebih umum masuk angin. Gejalanya memang mirip masuk angin biasa, hanya sedikit lebih berat. Tak mengherankan jika  penyakit ini cenderung disepelekan. Penyakit ini bersifat silent disease/penyakit diam-diam tanpa gejala yang ekstrim namun  mematikan.
Masuk angin yang satu ini ternyata bukanlah masuk angin biasa. Yang biasa disebut angin duduk sesungguhnya adalah salah satu gejala penyakit jantung koroner, yang jika tidak segera ditangani penderitanya, bisa langsung meninggal hanya dalam waktu 15-30 menit setelah serangan pertama. Dokter Joko mengatakan, kematian yang terjadi itu sama sekali bukan akibat kerokan atau pengolesan minyak angin seperti yang dilakukan Dina, melainkan karena tidak terdeteksinya kelainan pada jantung penderita. Padahal, seandainya sepulang kantor Dina langsung pergi ke Rumah Sakit atau ke dokter, dan bukannya malah kerokan di rumah yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan sang penyakit, mungkin nyawanya masih sempat terselamatkan.
Pusing, mual dan kembung yang dialami penderita Angina Pectoris memang  serupa dengan penyakit masuk angin biasa. Hanya saja, penderita juga merasakan dada sesak, nyeri dibagian ulu hati, keluar keringat sebesar jagung, serta badan terasa dingin. Sayangnya, hal ini sering tidak disadari sebagai indikasi adanya gangguan pada jantung yang sifatnya kritis.
Menurut dokter Joko, 20% dari keluhan Angina Pectoris yang diperiksakan ke dokter atau rumah sakit ternyata terdeteksi sebagai penyakit jantung koroner akut. Penyakit ini merupakan gangguan pada jantung akibat adanya kelainan pada pembuluh darah koroner yaitu pembuluh darah yang mensuplay oksigen dan nutrisi ke jantung itu sendiri sehingga darah tidak mampu mengantarkan zat-zat yang dibutuhkan oleh jaringan dinding rongga jantung. Karena itu, jika tidak terdeteksi sejak awal, penderitanya bisa mengalami sudden death/kematian mendadak.
Penyakit Angina Pectoris itu sendiri berupa perasaan tidak nyaman berkepanjangan yang terjadi lebih dari 5 menit akibat menurunnya tekanan darah yang memompa jantung. Akibatnya, jantung membutuhkan lebih banyak oksigen. Karena jantung tidak mampu memompa dengan sempurna, maka pembuluh darah mengadakan reaksi pemulihan berupa kontraksi guna mencukupi pengisian oksigen pada pompa jantung tadi, kontraksi itulah yang menimbulkan keringat dingin pada kulit.

Perbaiki Gaya Hidup
Sumber masalah sesungguhnya terletak pada penyempitan pembuluh darah jantung (vasokonstriksi). Penyempitan ini diakibatkan oleh empat hal (1) Adanya timbunan-lemak (aterosklerosis) dalam pembuluh darah akibat konsumsi kolesterol tinggi. (2) Sumbatan (trombosis) oleh sel beku darah (trombus). (3) Vasokonstriksi atau penyempitan pembuluh darah akibat kejang yang terus-menerus. (4) Infeksi pada pembuluh darah.
"Gaya hidup masa kini yang kurang sehat dan tidak teratur adalah pemicunya !"  tegas dokter Joko.
Menurutnya, zaman sekarang orang cenderung melupakan pentingnya olahraga, hidup dalam kondisi stres, sering tidur larut malam, dan sering mencoba bermacam pola diet yang tidak sehat. Kurang atau tak pernah olahraga akan menghambat kelancaran metabolisme tubuh akibatnya akan terjadi pengendapan lemak yang perlahan-lahan dapat menyumbat lajunya aliran darah ke jantung. Sementara itu, orang sekarang banyak yang mengaku tak punya cukup waktu untuk berolahraga.  
Ada beberapa tips yang bisa kita lakukan: minum air putih minimal 8 gelas sehari, banyak makan buah-buahan dan sayuran (serat alami), hindari stres dan selalu sabar, perbanyak berpuasa untuk mengurangi racun tubuh, tidur yang cukup dan olahraga ringan secara rutin.
-          Th. Enik Mutiarsih, dari berbagai sumber


Sajak-Sajak

Kami Memilih Tersenyum
(Elisabeth Setiyaningsih, SMA PL Santo Lukas Pemalang)

Mei kelabu...di tanah Jogja
Meluluh lantahkan ..
Mengambil sukma...
Begitu cepat dan tak ada ampun
Duniaku berubah seketika  dalam sepuluh menit

Tuhan, ada masa aku menghujat Engkau
Tenggelam dalam kerapuhan
Namun Engkau tetap sabar menantiku
Menantiku  paham akan kasihMu
Engkau menguatkan langkah di atas cobaan ini

Sepuluh tahun sudah,  kami meniti asa  dalam puing
Sekarang.....kami mantap melangkah
Walau  rasa kehilangan selalu menyakitkan
Kami memilih tersenyum...
Karena air mata tak akan membawamu kembali, Pak..

Teriring doa dari anak malasmu...
Petuah, marah dan candamu adalah memori
Walau hanya lima belas tahun bersama
Tak mengapa..... karena engkau abadi di hati
Semoga restumu selalu menyertai...

Sejenak Berdiam dalam Keheningan
(Ag. Budi Susanto, S.Pd., Guru SMP PL Sedayu)

malampun semakin larut
hujan terus menghantarkan malam
mencapai sebuah harapan
akan detik-detik waktu
yang makin mendekat
sejenak kuputarkan memori
mengingat kala hati tlah menggenggam
sebuah keputusan hati
...
binatang malam terus bernyanyi
mengidungkan syair-syair kehidupan
meninabobokkan para petualangan rimba
yang mulai memejamkan mata hati
untuk mendapatkan kesegaran jiwa
siapkan jalani pengembaraan esok hari

Ketika Senja Tak Seindah Biasanya
(Ag. Budi Susanto, S.Pd., Guru SMP PL Sedayu)

mungkin aku hanya bisa diam
dalam menatap senja
yang penuh dengan duka

tak nampak cahyamu
yang selalu memberikan keindahan
bagi yang menatapmu

... tak terdengar
nyanyian katak-katak
dalam kolam kehidupan
tak tampak
ayam kampung
berbaris menuju ke peraduannya

tak terdengar
canda tawa anak-anak kampung
berebut bola

engkau membuang senyum
dalam lobang-lobang peresapan
engkau berselimut
di
antara dinding-dinding beku

Engkau memang tak seindah biasanya
hujan dan angin menjemput kedatanganmu
.................................
Jujur
(Ratih, Guru SLB PL Jakarta)

Jangan kau nodai hidupmu dengan kebohongan
Upayakan agar slalu bicara apa adanya
Jauhkan diri dari kehidupan yang merugikan orang lain
Utamakan hidup berguna untuk sesama
Raihlah apa yang kau inginkan..
Jujur......
Kebiasaan yang harus ditanamkan sejak dini
Sulit dilakukan tapi...
Harus dilaksanakan
Memang antara kebenaran dan kebohongan
Sulit tuk dibedakan
Galakkan dan tanamkan jujur
Dalam dirimu
Hidupmu pasti akan dipenuhi dengan kepercayaan

Tanpa Pamit
(Dian Tri Cahyani, XI IPS 2, SMA PL Santo Yosef)


Kau datang membawa senyuman untukku
Dan saat itu pula kuterpikat akan senyuman manismu
Kau bawa ku menjelajahi mimpi indahku bersamamu
Kau tuturkan kata yang mampu membuatku terasa berarti
Namun saat ku terbuai akan indah cintamu
Ternyata kau diam-diam tinggalkanku
Kau hapus semua kebersamaan itu dengan pengkhianatan
Kau beri ku rasa sakit yang terdalam
Sejenak ku berpikir...
Benarkah ini semua terjadi?
Orang yang dulu aku puja..
Benarkah kini tinggalkanku?
Ku merasa ini semua adalah mimpi
Mimpi burukku ...
Dan kini saat ku tersadar
Benar adanya ku kehilangan dia yang kucinta
Tanpa pamit
Tanpa kecupan manis
Dan tanpa secercah harapan kembali
Dia telah pergi untuk bersamanya

Guru Pangudi Luhurku
(Stefanus Ade Setiawan IX B, SMP PL Cawas )

Kala fajar pancarkan senyumnya
Kau mulai hari penuh semangat
Dengan penuh tanggung jawab
Kau dorong tubuhmu yang tinggi menjulang
menuju sekolah tercinta
Indahnya senyum fajar tertambah
Dengan indahnya senyum salam sapa muridmu
            Bel berbunyi
            Klotak Klotak bunyi sepatumu
            Dengan penuh keyakinan di dadamu
            Kau cerdaskan bangsamu
            Dengan penuh kesabaran
            Mulai abcd, aljabar phytagoras
            Semua tersampaikan dengan penuh
            Hingga muridmu tahu ilmu
            Hingga muridmu siap
hadapi masa depan penuh tantangan
Tak hanya ilmu kau sampaikan
Prinsip dan motivasi hidup
Jadi pedoman hidup kami
Senyum terindah kau berikan
Saat kami perlahan tahu akan hidup
            Guruku...
            Terima kasihku padamu
            Atas segala pengorbanan dan perjuanganmu
            Yang kau berikan pada kami muridmu
            Jasamu....
            Akan tetap tinggal dalam sanubariku
           
Pangudi Luhur Cawasku
(Yosephine Debbie D. IX B, SMP PL Cawas)
Inilah tempat di mana ku dididik
Bukan sekedar pengetahuan
Namun pendidikan karakter
Yang mungkin dijumpai
Di tempat lain
            Inilah bentuk nyata pengabdian
            Karena di sinilah kudapat melihat
            Begitu besarnya jasa guru untukku
Pangudi Luhur Cawas
Bukan sekedar sekolah
Melainkan rumah yang juga ajarkan
Nilai – nilai kehidupan

Buku
(Brigita Angela, Kelas 6 SD PL Pasir Mayang, Ketapang)

Ke sekolah aku berangkat
Tak lupa tas kuangkat
Buku tulis pun ikut terangkat
Ilmu dan Pengetahuan kudapat

Buku ...
Karenamu kudapat belajar
Karena kau sumber ilmu

Buku ...
Engkau sungguh berjasa bagiku
Ku anggap buku sebagai teman
Terima kasih buku


Melongok

Mewujudkan Sekolah Berwawasan Lingkungan

       Apa sih sebenarnya yang dimaksud sekolah berwawasan lingkungan? Sekolah berwawasan lingkungan disebut juga Sekolah Adiwiyata yaitu sekolah yang peduli lingkungan  sehat, bersih, hijau dan indah. Dengan menerapkan program adiwiyata diharapkan warga sekolah dan masyarakat di sekitar sekolah tersebut dapat semakin peduli dengan lingkungan sekolah dan lingkungan sekitar.
       Kata adiwiyata berasal dari bahasa Sansekerta Adi dan Wiyata. Kata Adi mempunyai makna besar, agung, ideal. Sedangkan kata Wiyata bermakna tempat untuk belajar. Dengan demikian kata ‘adiwiyata dapat diartikan sebagai tempat ideal untuk memperoleh ilmu dan pengetahuan.

Kebijakan Sekolah
Untuk mewujudkan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan maka diperlukan beberapa kebijakan sekolah yang mendukung dilaksanakannya kegiatan-kegiatan pendidikan lingkungan hidup oleh semua warga sekolah sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Program Adiwiyata yaitu partisipatif dan berkelanjutan.
Pengembangan kebijakan sekolah tersebut antara lain (1) Visi dan misi sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan.(2) Kebijakan sekolah dalam mengembangkan pembelajaran pendidikan lingkungan hidup.(3) Kebijakan peningkatan kapasitas sumber daya manusia (tenaga kependidikan dan nonkependidikan) di bidang pendidikan lingkungan hidup. (4) Kebijakan sekolah dalam upaya penghematan sumber daya alam. (5) Kebijakan sekolah yang mendukung terciptanya lingkungan sekolah yang bersih dan sehat. (6) Kebijakan sekolah untuk pengalokasian dan penggunaan dana bagi kegiatan yang terkait dengan masalah lingkungan hidup.

Pengembangan Kegiatan Berbasis Partisipatif
Untuk mewujudkan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan, warga sekolah perlu dilibatkan dalam berbagai aktivitas pembelajaran lingkungan hidup. Selain itu sekolah juga diharapkan melibatkan masyarakat di sekitarnya dalam melakukan berbagai kegiatan yang memberikan manfaat baik bagi warga sekolah, masyarakat maupun lingkungannya.
Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain (1) Menyelenggarakan kegiatan ekstra kurikuler di bidang lingkungan hidup berbasis patisipatif di sekolah. (2) Mengikuti berbagai kegiatan  lingkungan hidup yang diselenggarakan oleh pihak lain. (3) Membangun kegiatan kemitraan atau memprakarsai pengembangan pendidikan lingkungan hidup di sekolah.

Penghargaan Adiwiyata
          Penghargaan adiwiyata dibedakan dalam dua macam. Yang pertama, Sekolah Adiwiyata Mandiri yaitu sekolah yang menunjukkan peningkatan kinerja selama tiga tahun berturut-turut. Yang kedua, Sekolah Adiwiyata yakni sekolah yang yang baru mendapatkan Adiwiyata (tahun pertama). Penyerahan penghargaan Adiwiyata Mandiri dilakukan oleh Presiden RI di Istana Negara sedangkan penghargaan Sekolah Adiwiyata diserahkan oleh Menteri Lingkungan Hidup.
  
Sekolah Adiwiyata
Beberapa pemaparan di atas adalah gambaran singkat tentang Sekolah Adiwiyata atau sekolah yang berwawasan lingkungan. Sekolah mana saja yang memiliki predikat sebagai Sekolah Adiwiyata tingkat Nasional? Berikut ini adalah daftar beberapa sekolah yang letaknya  di sekitar sekolah Pangudi Luhur yang berpredikat Sekolah Adiwiyata Nasional tahun 2015 : (1) SD IBA Palembang, Sumatera Selatan. (2) SMP Negeri 13 Palembang, Sumatera Selatan. (3) SMK Negeri 2 Muara Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. (4) SMK Negeri 3 Boyolali, Jawa Tengah. (5) SMA Negeri 1 Purwantoro, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah dan (6) SMA Negeri 2 Banguntapan, Kabupaten Bantul, D.I. Yogyakarta.
Untuk tahun 2016 ini, salah satu sekolah yang mendapatkan anugerah Sekolah Adiwiyata Mandiri adalah SMP N 3 Kota Tangerang Selatan, Banten. Bagi teman-teman Pangudi Luhur yang ada di Jakarta dan sekitarnya yang ingin menjadi Sekolah Adiwiyata dapat belajar dari sekolah tersebut.

Sekolah Adiwiyata di Yayasan Pangudi Luhur
       Patut diketahui, beberapa sekolah di lingkungan Yayasan Pangudi Luhur ada yang menjadi sekolah berwawasan lingkungan. Beberapa sekolah tersebut antara lain:

1.     SMP PL St. Vincentius Sedayu
SMP PL St Vincentius Sedayu pada tahun 2013 menjadi Sekolah Adiwiyata tingkat Nasional. Hanya saja sekolah ini belum berhasil meraih predikat  sekolah Adiwiyata Mandiri.
Menurut Pak Aris, Guru SMP PL Sedayu, beberapa hal yang dilakukan oleh SMP PL St Vincentius Sedayu untuk bisa menjadi Sekolah Adiwiyata adalah membuat lingkungan sekolah menjadi lebih hijau (bukan sekadar dicat warna hijau). Selain itu, dalam perangkat pembelajaran, seperti silabus dan RPP juga mencantumkan unsur-unsur yang berkaitan dengan lingkungan hidup, melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam hal lingkungan. Bahkan secara khusus sekolah ini mendapat pendampingan dari BLH (Balai Lingkungan Hidup) Kabupaten Bantul dan Provinsi DIY.
Salah satu program SMP PL St Vincentius Sedayu adalah mengembangkan kegiatan pendidikan kewirausahaan melalui Bank Sampah. Pelaksanaan pengelolaan sampah dalam sebuah Bank Sampah adalah (a) Sampah dikelompokkan menjadi dua yakni sampah organik dan non organik.(b) Untuk sampah organik diproses menjadi kompos dan digunakan untuk memupuk tanaman. Sampah non organik dikelompokkan lagi menjadi 3 yaitu: kertas, plastik, kaca/logam dan selanjutnya dibawa ke Bank Sampah oleh petugas dari tiap-tiap kelas dan dari Kantin Sekolah. (c) Sampah kertas, plastik dan logam diterima oleh petugas (teller) dari Bank Sampah, kemudian ditimbang dan dicatat oleh teller sesuai jumlahnya.(d) Teller akan memberikan sejumlah uang kepada nasabah, berdasarkan harga yang ditentukan setiap kilogramnya. (e) Jika kumpulan sampah sudah cukup banyak, Bank Sampah menghubungi pembeli (home industri daur ulang sampah) untuk mengambil sampah dan mendapatkan uang. Uang tersebut dikelola oleh Bank Sampah untuk kegiatan jual-beli sampah dengan para nasabah (petugas kelas).
 
2.      SMA PL St Yosef Surakarta
Tahun ini SMA PL St Yosef Surakarta tengah mempersiapkan diri untuk maju ke tingkat nasional mewakili Kota Surakarta sebagai Sekolah Adiwiyata. Seharusnya Lomba Sekolah Adiwiyata tersebut sudah diikuti oleh sekolah ini tahun 2015 yang lalu namun karena bersamaan dengan akreditasi sekolah, baru tahun ini (2016) ditindaklanjuti.

3.      SMA PL Van Lith Muntilan
Sekolah Pangudi Luhur yang lain yang sedang berusaha menjadi Sekolah Adiwiyata adalah SMA PL Van Lith. Untuk tahun ini sekolah ini terpilih menjadi Sekolah Adiwiyata mewakili Kota Magelang berlaga di ajang provinsi.
Dengan motto “clean and on time”, SMA Van Lith terus berbenah agar dapat meraih tiket maju ke tingkat nasional bahkan bisa menjadi Sekolah Adiwiyata Mandiri.

            Budaya bersih, sehat, dan hijau tentu saja bukan sekadar untuk mendapat prestasi  menjadi Sekolah Adiwiyata dalam ajang lomba. Menjadi sekolah yang berwawasan lingkungan tentu akan menjaga lingkungan sekolah tetap bersih, sehat, dan hijau, dengan demikian proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan lancar.
-         F. Rudy D. Wibawa
  Dinamika

Siap Menerima Diri dan Keadaan Baru
Oleh : Christina Dwi Endang W.*)
           
“Bu Guru tahu tasku tidak ? Kok di kelas tidak ada? Tasku hilang” dengan air mata yang mulai runtuh  anak kecil ini mengadukan  kesedihannya.
            “Tadi ditaruh di mana?” tanyaku sedikit bingung dan panik karena pagi-pagi sudah ada yang menangis.
            “Mama tadi yang naruh, katanya ditaruh di sini, tapi kok tidak ada!” tangisnya pun pecah.
Waduh menangisnya semakin keras, membuatku tambah bingung. Bagaimana cara menenangkan kecengengan anak ini ? Saat dilanda kebingungan ini pintu kelas diketok oleh seorang teman guru yang mengantar sebuah tas yang nyasar di kelasnya.
            “Apa ini tasmu, Nak?” tanyaku dengan berusaha sabar.
            “Hi.........iya,”wajahnya tampak senang dan lega. Air matanya mulai hilang.
Satu hal terlampaui pagi ini. Aku berharap tidak ada hal yang mengganggu lagi. Segera aku mulai mengajar sesuai jadwal. Dengan semangat aku mengajar bilangan bulat yang bagiku ini materi mudah. Aku merasa semua mendengarkan dengan baik apa yang aku terangkan pada mereka. Namun tidak begitu lama anak-anak mulai gaduh. Aku mencoba mencari tahu penyebabnya. Astaga setelah berapi-api aku menjelaskan dengan gaya guru SLTA ternyata banyak anak tidak jelas dengan penjelasanku. Aduh.....padahal ini kan materi yang sangat mudah. Wajah bengong dan bingung itu sungguh menyiksaku. Bagaimana hal ini bisa terjadi dan bagaimana cara mengatasi ?Untung saja bel istirahat berbunyi, aku sedikit terselamatkan.
Segera setelah istirahat aku menemui teman guru pararel dan bertanya bagaimana cara mengajarkan bilangan bulat yang mudah diterima anak. Beberapa tips  aku dapatkan dari hasil belajar dengan teman guruku itu. Belum sempat mengucapkan terima kasih kepada teman tiba-tiba serombongan muridku datang dan mengadukan kalau salah satu temannya hendak BAB. Aku katakan supaya segera pergi ke kamar kecil.
            “Tidak bisa begitu............tidak bisa.....tidak bisa........!” serentak mereka menolak jawabanku.
            “Bu Guru harus cepat menolong...........kalau tidak kelas kami akan bau,” seru seorang anak
Secepat kilat aku segera menuju kelas dan menemui anak yang hendak BAB. Segera aku minta dia pergi ke kamar kecil. Aku lihat keringat dinginnya mulai ke luar, wajahnya mulai menangis, sambil berteriak, “ Bu Guru aku tidak bisa cebok!” 
Aku sedikit tercengang karena siswa di sekolah yang katanya favorit ini di usia kelas tiga ada yang belum bisa cebok. Namun ini darurat, kutunda keherananku.  
            “Perhatikan Bu Guru, pergi ke kamar kecil, celana dilepas dan gantungkan di kapstok, setelah itu segera BAB. Selesai BAB siram bagian belakang yang kotor dan bersihkan dengan tangan kiri. Setelah selesai pakai lagi celananya dan cuci tanganmu sampai bersih!!”
            “Iya...........” sambil berlari menuju ke kamar kecil.
Segera aku teruskan pelajaran matematika dan mempraktikkan saran teman. Wow..........luar biasa setelah aku ubah cara mengajarku sesuai saran kawan guruku itu anak-anak mulai berinteraksi baik dan mulai memahami penjelasanku. Lega rasanya bisa membuat anak-anak memahami pelajaran. Sepenggal hari hampir kulalui dengan baik dan penuh perjuangan. Sampai tiba-tiba pintu terbuka secara keras dan seorang anak masuk dengan tergopoh-gopoh. Ternyata siswa yang tadi BAB. Wajahnya menyeringai tanpa dosa sambil melaporkan sesuatu.
            “Bu Guru aku sudah selesai BAB, juga sudah bisa cebok, tanganku sudah kucuci dengan sabun, tapi.....”tak dilanjutkan laporannya
Aku menatap dengan jengah dan segera aku ketahui mengapa ia mengatakan tapi.
            “Tapi.....sepatumu basah kuyup, mengapa bisa begitu?”
            “Aku sudah melakukan yang Bu Guru pesan, celana sudah saya lepas, saya taruh di kapstok, lalu aku BAB, dan sudah cebok. Setelah itu aku pakai lagi celanaku dan aku cuci tangan. Selesai. Bu Guru tidak menyuruhku lepas sepatu dan kaos kaki maka tadi terguyur saat aku cebok...jadi basah .....” cerita mengucur dari wajah polosnya.
Lagi-lagi aku masih harus banyak belajar untuk menangani hal-hal seperti ini. Aku mencoba memaafkan diriku sendiri dan segera kutarik napas panjang untuk mencoba melanjutkan karya hari ini. Dengan mencoba sabar segera aku layani siswa di hadapanku yang berwajah polos ini.
            “Baiklah, sekarang supaya tidak masuk angin, sepatunya dilepas dulu dan dijemur di tempat panas supaya segera kering dan kamu kembali ke kelas untuk kembali belajar.
Kelas menjadi gaduh dan sulit dikendalikan karena kejadian tadi. Dengan bersusah payah akhirnya bisa aku redakan. Sepenggal hari ini sudah kulalui. Rasanya lelah dan bingung terhadap situasi baru ini. Hal-hal yang tak pernah terlintas di benakku harus aku hadapi di keseharian mengajar di SD. Banyak yang harus dipelajari dan berimprovisasi secara benar dalam menangani kejadian-kejadian dalam proses pembelajaran di SD.
Minggu-minggu pertama mengajar di SD bagai sebuah siksaan dan kadang aku digoda dengan perasaan pesimis untuk dapat melakukan tugas ini dengan baik. Setiap hari selalu ada hal baru yang harus dapat ditangani dengan baik.
Dengan semua dinamika perasaan yang ada, akhirnya waktu satu tahun ini sudah terlampaui. Satu tahun terasa sangat panjang dibandingkan tahun-tahun yang pernah berlalu sebelumnya. Namun satu tahun ini banyak hal yang aku pelajari dan banyak cerita yang memperkaya pengalaman hidup. Yang terpenting aku bisa menepis rasa pesimis dengan banyak belajar dari teman sejawat dan mencoba sebisa mungkin bersikap rendah hati supaya banyak hal yang dipelajari dapat diterapkan dengan baik. Komunikasi yang baik dengan teman sejawat sangat membantu tugasku.
Pandanganku mulai berubah mengenai tugas mengajar di SD kelas rendah. Biar saja jika ada sebagian orang mengatakan guru SD itu mudah karena pelajarannya mudah. Memang materi pelajaran mudah, namun yang tersulit justru dalam meningkatkan kemampuan diri dalam mengatasi situasi harian yang kadang tidak terduga supaya materi yang dianggap mudah itu dapat dipahami anak dengan baik.
Beberapa hal yang bisa kubagikan pada teman-teman yang mungkin menghadapi situasi yang sama atau hampir sama yaitu ditugaskan mengajar di kelas dengan jenjang yang jauh berbeda dari jenjang semula.
Hal pertama yang harus disikapi dengan tugas baru adalah siap menerima diri dan keadaan baru. Sikap diri yang menolak keadaan justru menjadikan diri terhambat dalam mengembangkan kemampuan mengerjakan hal yang baru. Kebingungan dan sejuta perasaan yang campur-aduk memang mewarnai tugas baru. Hal ini sangatlah wajar. Keadaan yang tidak menentu bukan berarti tidak bisa dilampaui. Hal yang saya lakukan walaupun kadang banyak benturan adalah kerendahan hati untuk membuka diri untuk hal yang baru dan mempelajari hal-hal baru.
Sikap under estimate terhadap pekerjaan orang lain  dan orang lain harus ditinggalkan. Teman sejawat adalah guru yang sangat tepat untuk mempelajari hal-hal yang baru. Mereka dengan pengalamannya akan dengan cuma-cuma membagi tips-tips dalam mengerjakan tugas kita dengan lebih baik. Memilih teman sejawat yang berkompeten sesuai permasalahan yang dihadapi sangat membantu karena mereka memiliki keunggulannya sendiri-sendiri.
Hal terpenting yang yang harus dikenali adalah anak didik yang dihadapi. Pada jenjang yang berbeda perkembangan psikologinya juga berbeda maka memang perlu rajin membaca, bertanya pada orang yang lebih tahu, peka pada situasi, dan tidak mudah  panik dalam menghadapi situasi harian. Lama-kelamaan pengalaman akan semakin banyak dan pasti banyak persoalan siswa yang mampu ditangani dengan lebih baik.
                                                            Semarang, 19 Juli 2016
                                                            *) Guru SD PL Bernardus Semarang



Resensi

Bersahabat dengan ‘Makhluk Kutukan’


Judul                : Sang Penakluk Kutukan
Penulis             : Arul Chandrana
Penerbit            : Republika
Tanggal Terbit : Februari 2016
Tebal                : 289 halaman
Harga               : Rp 45.500,00

Setiap kebencian dan permusuhan adalah warisan. Tidak ada manusia yang terlahir membenci orang lain, demikian pula tidak semua orang sanggup tidak membenci orang lain. Terlebih jika mereka menanggung sebuah kutukan.
Adalah Ranti, seorang gadis SD yang menjadi tokoh utama novel ini, pada suatu hari sedang pergi menuju lautan. Dia harus melewati hutan dan menempuh perjalanan sejauh beberapa kilometer dari rumahnya. Ranti sendirian, bernyanyi kecil sepanjang jalan, kemudian sekuntum bunga liar di tepi jalan mencuri perhatiannya.
 Ranti menepi untuk memetik bunga yang harum itu. Tiba-tiba, di balik sebatang pohon tak jauh dari situ… pertemuan pertamanya dengan si makhluk kutukan terjadi. Pertemuan yang akan menjungkir balikkan kehidupannya dan kehidupan semua orang di desanya. Pertemuan yang menyebabkan kehebohan luar biasa sehingga semua orang di desa berdiri rapat dengan permusuhan semakin membengkak. Makhluk kutukan itu sudah sepuluh tahun diusir dari desa, dan kini seorang bocah kecil melanggar pantangan terbesar bagi semua orang.
Kisah yang disuguhkan dalam novel “Sang Penakluk Kutukan” tidak hanya berpusar di konflik makhluk kutukan tapi juga menampilkan kisah persahabatan, ikatan keluarga, sifat masyarakat yang picik dan mudah menuduh, perdukunan, juga sekelumit ilmu pengobatan tradisional.
Di sekolahnya, Ranti harus menghadapi permusuhan beberapa siswa lainnya karena ayahnya yang berprofesi sebagai herbalis. Bocah-bocah usil itu tidak henti-hentinya menjahili Ranti. Untunglah Ranti memiliki seorang sahabat yang senantiasa menemaninya menghadapi siswa-siswa tengil itu. Masalahnya, bukan hanya sesama siswa yang memusuhi Ranti, salah satu guru pun memusuhi Ranti sekeluarga.
Setelah pertemuan tidak sengaja dengan si makhluk kutukan, Ranti sama sekali tidak mengira jika akan ada beberapa pertemuan berikutnya. Pertemuan yang membuka matanya, membuatnya mengerti banyak hal yang tidak dipahami orang-orang di desanya. Ranti pun mencari tahu sejarah si makhluk kutukan, sejarah yang campur baur antara mitos raja jin dan kebenaran yang disembunyikan. Akhirnya, Ranti memiliki persahabatan yang tidak dimiliki oleh siapa pun di Bawean: persahabatan dengan si makhluk kutukan. Hanya saja, sebagian persahabatan adalah rahasia yang semestinya disembunyikan.
Sampai hari ini, Arul Chandrana adalah novelis pertama dan satu-satunya dari Pulau Bawean, sebuah pulau kecil di tengah lautan utara pulau Jawa. Pada dekade 90an ke belakang, di Bawean pengobatan dokter bukanlah pilihan pertama. Hampir semua orang yang sakit akan dibawa ke dukun atau kyai. Pengobatan ini selalu menjadikan setan sebagai biang kerok setiap penyakit. Dan ketika sebuah penyakit tak bisa disembuhkan, atau ketika muncul suatu penyakit yang demikian aneh dan mengerikan, penderitanya harus rela menjalani pengucilan dan pengasingan. Lebih buruk lagi, pengusiran. Tema inilah yang diambil oleh Arul Chandrana dalam buku terbarunya ini. (Har)

Peelsiana

Bu Sronto Baper

Siang itu Bu Sronto merasa baper. Eh, apa itu baper? Bau perasaan? Gara-gara Kepala Bidang mengajak bepergian, berdua saja. Lho? Nah, salahnya juga Bu Sronto yang umbar foto selfie di depan mobil perusahaannya ketika di rumah makan mewah. Kontan saja Pak Kepala Bidang uring-uringan.
 “Bu, kok sampeyan ndadak pasang foto selfie di depan mobil perusahaan?” tanya Pak Kepala Bidang bisik-bisik, takut ada yang dengar.
“Lha emangnya kenapa, Pak?” tanya Bu Sronto genit.
“Bu Sronto tahu nggak, gara-gara selfie sampeyan Direktur Utama negur saya, bahkan saya diinterogasi. Mengapa kita hanya berdua ketika mengadakan kunker, mana lainnya? Terus saya jawab apa coba?” tanya Pak Sronto masih kesal.
“Terus, saya harus bilang ‘wow’ begitu, Pak?” tanya Bu Sronto masih genit.
“Aduh, bukan begitu, Bu! Mestinya sampeyan nggak pasang foto itu. Yang kena semprot saya,Bu…” kata Pak Kepala Bidang.
“EGP, Pak!” kata  Bu Sronto sewot.
Pak Kepala Bidang yang memang kepalanya bidang alias botak itu hanya geleng-geleng kepala.
Bu Biang dan Bu Lala yang pura-pura tidak tahu, padahal memasang kamera tersembunyi dan menyadap diam-diam kayak di acara “Katakan Putus” itu hanya geleng-geleng kepala. “Hem. Jadi antara Bu Sronto dan Pak Kepala Bidang itu ada aroma sedap  atau Bu Sronto yang baper. Cuma diajak Pak Kepala Bidang sekali saja langsung pamer foto selfie dipasang di medsos lagi,” kata Bu Biang.
“Lagian, ngapain sih, Pak Kepala Bidang itu ngajak-ajak Bu Sronto yang suka baper itu berdua lagi. Wuih, kalau menuai badai ya salah Pak Kepala Bidang sendiri, ya nggak?” tanya Bu Lala menguatkan curhatan Bu Biang.
“Sssst,” kata Bu Biang menempelkan jari di bibirnya.
“Huh, ngrumpi. Kurang kerjaan ya?” tanya Bu Sronto sinis..
“Uf. Dasar baper!” jawab Bu Biang lirih.
“Kenapa sih,Bu,  kok ditanggapi?” tanya Bu Lala.
“Ya, sejak Kepala Bidang ganti si Kepala Bidang alias botak itu sekarang apa-apa yang diajak Bu Sronto. Kita dianggap dah tua ya,Bu?” tanya Bu Lala.
“Ah, sampeyan kok ya baper tho, Bu. Kita kan cukup di balik meja saja bekerjanya. Biar yang mrusuh-mrusuh dan berpenampilan menarik saja yang diajak pergi, kita mengalah saja ya, Bu?”  kata Bu Biang.
“Ah, sejak si Kepala Bidang itu Bu Sronto memang diberi tanggung jawab banyak, kayak nggak ada pegawai lain saja,” keluh Bu Lala.
“Nah, mulai baper lagi!” kata Bu Biang.
Nggak usah dibawa baper deh, kalau Bu Sronto didekati si Kepala Bidang itu bonusnya. Utamanya kan bekerja tho. Begitu juga si Kepala Bidang dekat Bu Sronto juga bonusnya aja bukan modus hahaha….


YPL Menyapa

Membangun Kualitas Hidup Bersama di YPL


Oleh : Br. Ag. Giwal Santoso, FIC


Kebijakan Yayasan Pangudi Luhur dalam proses seleksi karyawan, pada saat karyawan diangkat sebagai tenaga tetap ada penandatanganan MoU antara Yayasan dengan karyawan yang bersangkutan. Isi MoU antara lain mencantumkan mengenai tanggung jawab, hak dan kewajiban masing-masing pihak yang dituangkan dalam kesepakatan bersama secara tertulis dan bermeterai. Paparan tulisan ini lebih menyorot dan memaknai mengenai tanggung jawab moral, dimana hal ini tidak tertuliskan secara eksplisit dalam kesepakatan bersama tersebut.
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, bertanggung jawab adalah kewajiban menanggung, memikul, menanggung segala sesuatunya dan akibatnya. Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajiban. Tanggung jawab itu bersifat kodrati, artinya sudah menjadi bagian hidup manusia, bahwa setiap manusia dibebani dengan tanggung jawab.Tanggung jawab adalah kewajiban yang harus dipikul sebagai akibat dari perbuatan pihak yang berbuat.Tanggung jawab adalah ciri manusia yang beradab.
Sebagai bahan refleksi atau penyadaran, mungkin pertanyaan-pertanyaan berikut akan membantu penyadaran bersama. Apakah tanggung jawab kita sebagai pendidik yang bekerja di Yayasan Pangudi Luhur?Apakah kewajiban kita sebagai pendidik yang hidup bersama dalam sebuah unit karya sekolah? Kesadaran dan kewajiban apa yang perlu kita usahakan dalam melaksanakan karya kerasulan bersama?
Pada hakikatnya panggilan kita sebagai pendidik adalah hidup dalam persekutuan, hidup bersama dengan orang lain, di mana kita sebagai pendidik mempunyai tanggung jawab untuk sanggup dan rela untuk saling membantu, menopang, menghibur dan memberi semangat maupun saling memberi koreksi satu sama lain. Hidup bersama dalam komunitas adalah suatu perjumpaan dari pribadi-pribadi yang dipersatukan dalam ikatan karya yang disemangati oleh spirit Visi dan Misi Yayasan.Hidup bersama bisa terjadi kalau di dalamnya ada persaudaraan yang dipersatukan oleh iman yang sama, harapan yang sama dan cinta kasih yang sama.
Dapat dikatakan, faktor-faktor yang menjadi tali pemersatu karya kerasulan isinya adalah iman akan Kristus dan kulitnya atau wadahnya adalah Yayasan Pangudi Luhur. Kristus menjadi titik pertemuan ikatan tali persaudaraan kita sebagai pendidik yang hidup dalam satu Yayasan. Maka sebenarnya kehadiran dalam acara-acara kebersamaan di tingkat Yayasan maupun unit sekolah akan sangat besar nilainya, sekaligus hal ini merupakan tanggung jawab sebagai pribadi yang hidup bersama dalam komunitas.
Satu ungkapan yang pernah saya dengar dari celetukan seorang pendidik di tempat kerja saya, Kalau saya bisa selalu hadir dalam acara kebersamaan berarti saya akan menghilangkan dosa”.  Pendidik tersebut merasa, ketika tidak bisa hadir dalam kebersamaan acara sekolah ada pendidik lain lain yang suka ngrumpi, suka berapriori, mungkin dia merasa terganggu bila ada salah satu rekannya yang tidak bisa hadir dalam kebersamaan. Dalam konteks ini dosa yang dimaksudkan adalah: dosa ngrumpi, dosa berapriori/ prejudis.
Tanggung jawab sebagai pribadi yang merupakan bagian dari anggota komunitas adalah pemberian diri, persembahan diri, pengkudusan diri. Setiap dari kita dipersatukan dalam yayasan oleh iman yang sama, oleh spiritualitas yang sama, dan kesatuan itu akan menjadi kuat apabila masing-masing pribadi menyumbangkan dirinya, menyumbangkan bakat dan kemampuannya secara total, penuh kesadaran, kerelaan dan tentunya kedamaian diri yang sesungguhnya.
Keindahan hidup kita sebagai pendidik ketika keanekaragaman dan adanya perbedaan-perbedaan masing-masing pribadi bisa sinergis dalam usaha saling mengisi dan mewarnai.Dengan perbedaan, kita dapat saling memberi pembelajaran satu dengan yang lain, dengan perbedaan kita bisa saling melengkapi, dari keberagaman kita kita dapat membangun kehidupan rohani yang lebih dewasa dan bermutu.
Menyadari bahwa setiap orang memiliki pribadi yang berbeda-beda, kita belajar untuk menghargai, meghormati serta memahami perbedaan-perbedaan yang ada. Namun ini bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah. Diperlukan sikap kerendahan hati dari tiap-tiap pribadi. Kerendahan hati kita dapat tumbuh dan berkembang jika kita siap menerima segala sesuatu dengan hati terbuka. Menahan diri dari sikap reaktif yang bisa merusak relasi antar pribadi. Untuk itu dibutuhkan waktu untuk duduk sendiri dan merenung, berusaha meneliti batin kita dan kehidupan kita, untuk kemudian menerima orang lain apa adanya, dan mencari hal-hal yang indah dalam diri sesama.
Demi tercapainya semua hal itu, perlunya menyediakan diri untuk dibentuk oleh pengalaman sehari-hari bersama semua anggota yang lain dalam komunitas. Dalam pengalaman hidup bersama di komunitas sangat tidak mudah mengubah orang, mengharapkan orang lain untuk berubah sesuai dengan kehendak kita, tetapi mengubah diri sendiri selalu mungkin. Maka, usaha memperbaiki hidup bersama mulai dari diri sendiri.”Kasihilah sesamamu seperti kamu mengasihi dirimu sendiri” (Mat.19:19). Tuntutan yang berlebihan pada orang lain sekomunitas seringkali bukanlah cara yang tepat untuk memperbaiki keadaan yang lebih baik, mungkin yang terjadi justru sebaliknya.
Lewat Injil Mat.18:15-17,  Yesus mengajarkan kepada kita tentang bagaimana cara memberikan nasihat atau memberi tahu pada sesama. 18:15 : Apabila saudaramu berbuat dosa, tegurlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali.18:16 : Jika ia tidak mendengarkan engkau, bawalah seorang atau dua orang lagi, supaya atas keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu tidak disangsikan.18:17 : Jika ia tidak mau mendengarkan mereka, sampaikanlah soalnya kepada jemaat. Dan jika ia tidak mau juga mendengarkan jemaat, pandanglah dia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai.
Dari kutipan tadi Yesus menawarkan salah satu cara dalam hal: memberitahu, menasihati, memperingatkan. Jangan mempermalukan orang, berusahalah mengambil hatinya sampai ia menyadari kesalahan dan memperbaiki sikapnya. Jika menemui kesulitan, mintalah bantuan orang lain untuk menjadi penengah atau bahkan membantu menyelesaikan masalah di antara kalian. Kalau tidak bisa diatasi, maka kita perlu menyerahkannya kepada Tuhan, agar Ia sendiri yang mengatasi kelemahan orang itu. Tidak ada orang yang tercipta sempurna di dunia ini, Kita mesti insyaf bahwa kita juga pencipta masalah, betapa pun kecilnya, dan harus mau memperbaiki diri. Selalu ada kekurangan dalam satu komunitas besar, seperti juga di dalam setiap pribadi ada kekurangan itu.
Berhadapan dengan pribadi berbeda dalam komunitas, mungkin ada kecenderungan dalam diri kita yaitu ingin mengubah orang lain agar semakin seperti yang kita impikan. Kita ingin membangun komunitas ideal, seperti yang kita idealkan, seperti yang kita impikan, tetapi tidak mau tahu apakah orang lain siap untuk mengikuti semangat kita. Atau apakah yang kita anggap baik itu sungguh-sungguh baik menurut kebanyakan orang. “Kelemahan pertama dari seorang anggota komunitas adalah merasa diri paling benar dan menuntut kebanyakan orang untuk bertindak dan bersikap seperti yang dia inginkan.
Kita berhadapan dengan konsekuensi hidup dalam komunitas. Hidup kita dicampur dengan orang lain yang semula tidak kita inginkan, tidak kita impikan, tidak kita pilih, berlatar belakang lain, tetapi harus dapat bekerjasama dengan kita. Kita menghadapi konsekuensi membuat harmonisasi diri dengan orang lain yang baru kita jumpai dalam keadaan “sudah jadi” atau telah dewasa, bukan anak-anak yang bisa kita kuasai, pengaruhi atau kendalikan. Sikap kerdil yang mau menang sendiri; mau mendahulukan kepentingan sendiri; mau dimengerti, tetapi kurang mau mengerti orang lain; suka merajuk; pendendam; suka menyendiri adalah tanda-tanda awal kekurangan dalam kecakapan dalam membangun hidup bersama. Ingatlah, salah satu bentuk pertobatan kita yang maha penting adalah menjadi semakin cakap dalam bergaul dan bekerja sama, semakin bertanggung jawab bersama.
Hidup bersama, bertanggung jawab bersama, yang baik adalah buah dari kesungguhan setiap anggotanya untuk menciptakan suatu hidup yang menyenangkan yang saling mengerti, menerima dan mengasihi. Persaudaraan hanya mungkin kalau pemahaman akan persaudaraan bersama ini dimengerti bersama-sama. Persaudaraan hanya mungkin kalau kita masing-masing dekat dengan Allah dalam hidup rohani yang terpelihara. Orang bisa mengalami kesulitan dalam hidup komunitasnya. Akan tetapi, kalau hidup rohaninya baik dan terpelihara, orang itu akan lebih mudah dibentuk, diarahkan dan diubah menjadi lebih baik sebagai anggota komunitas. Pupuklah tanggung jawab itu di dalam diri kita bersama-sama. Berusahalah menciptakan komunikasi yang sehat di antara kita. Komunikasi seperti ini hanya mungkin kalau orang saling percaya, menghormati, dan mencintai satu sama lain.
Panggilan kita sebagai pendidik selalu memiliki dimensi kebersamaan. Dalam era yang sangat diwarnai oleh individualisme, sangatlah penting seorang pemimpin unit kerja untuk mendorong anggotanya untuk berkarya dalam tim, untuk mengelola unit karya secara bersama. Di tengah derasnya arus individualisme kita perlu mempromosikan kerja tim, kerja kelompok, ikatan karya satu dengan yang lainnya. Kita berharap bahwa masing-masing dari kita dapat memberikan kontribusi positif dalam peningkatan mutu pelayanan kita.