Kacang yang Tak Lupa Kulitnya

Ini juga tampak
dalam diri Kapolda Jawa Tengah Irjen
Pol Drs Condro Kirono, M.M, M.Hum. Terhitung sejak April 2016
jabatan ini disandang salah satu lulusan SMA PL Santo Yosef Surakarta 1980 ini.
Usai lulus dari
almamaternya, Pak Condro kelahiran Surakarta 12 Desember 1961 ini masuk Akademi
Kepolisian dan lulus tahun 1984. Beliau pernah menjabat Direktur Lalu Lintas
(Dirlantas) di tiga Polda : Kalsel, Jawa Timur dan Metro Jaya, setelah itu menjadi
Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Kepolisian Negara RI.
Dalam upaya mengenang
kembali kebahagiaan bersama dengan sesama alumni SMA PL Yosef, ia mengumpulkan para alumni sekolah ini di
Hotel Aston, 28 Mei 2016 lalu. Acara ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan rasa
persaudaraan, kekeluargaan agar kebersamaan yang pernah terjadi di SMA dulu
tidak pernah hilang, sebaliknya malah semakin bersemai. (Hans)
message
Bidik
Kesenangan
itu Mahal

Beristrikan Th Sri Harjati Wulandari (40
th) yang mengajar Kimia di SMA Seminari Mertoyudan, Pak Eko dikaruniai dua anak: Yohana Ardina (Klas 5
SD) dan Vallent (Kelas 3 SD). Sejak tahun 1993, Pak Eko bergabung di SMK PL Muntilan. Saat awal menjadi guru, Kepala
Sekolahnya adalah Bruder Vianie FIC (alm.).
Duapuluh
tiga tahun menjadi anggota keluarga SMK PL, tentunya telah banyak suka-duka, berkat dan anugerah
yang dialaminya. Pak Eko juga
pernah pernah
menjabat Waka Kurikulum dari tahun 2009-2013.
Selain menyukai IT, sebagai guru Bahasa Indonesia, Pak Eko juga mengembangkan ilmunya di bidang
kepenulisan. Beberapa
tulisannya sering dimuat di Majalah
Bianglala YPL ini. Beberapa waktu lalu, Pak Eko menjadi pemenang pada Lomba
Menulis yang diselenggarakan oleh Penerbit Leutika Yogyakarta. Kumpulan tulisan para pemenangnya
diterbitkan menjadi buku yang
berjudul “Curhat Jalan Raya” dan “Crazmo”
(Crazy Moment). Saat YPL mengadakan Lomba Penulisan
Best Practices tahun Yubillium 2014
lalu, Pak Eko menjadi salah satu pemenangnya. Sebagai guru Bahasa Indonesia, dia ingin
memberi contoh kepada para siswanya untuk berani mempublikasikan kemampuan menulisnya.
Pengalaman sekian lama menjadi guru
sedikit demi sedikit mampu mengubah
sikap dalam menghadapi peserta didiknya. Kini ia lebih sabar. “Dulu saya keras terhadap mereka, tapi ternyata ini tidak nyaman untuk diri saya dan juga
siswa,” ungkap Pak Eko.
Mulailah ia menurunkan tuntutan, target, menyelaraskan
diri dengan alam pikiran peserta didik. Sekarang ia enjoy menjadi guru karena
mampu memahami kesulitan dan
masalah yang dihadapi murid-muridnya.
Kebahagiaan Pak Eko bertambah melihat dua anaknya
mampu berkembang sesuai talentanya di bidang musik. Bahkan anak sulungnya sering menjadi
organis gereja dan lingkungan. Musik klasik
baik untuk
perkembangan psikomotorik bayi dalam kandungan. Hal itu dilakukan istrinya saat mengandung buah hatinya.
Terbukti sejak kecil dua
anaknya mampu menikmati musik. Pak Eko dan istrinya mencari guru les musik untuk dua
anaknya, hasilnya kini mereka
mampu menguasai musik dengan amat baik.
Pak
Eko, semoga
semakin menikmati menjadi guru, suami
dan ayah
bagi keluarga. (Nik)
Bidik
Beri
Perhatian pada Sekolah Pinggiran
Guru TIK (komputer) dan Bahasa Jawa
di SMP PL Tlogo, Tuntang, Kabupaten Semarang,Yohanes Adi Kristiyanto ST, selalu
berharap sekolahnya yang berada di pinggiran dan “minus” agar lebih diperhatikan
oleh YPL (Yayasan Pangudi Luhur). Dari segi jumlah siswa, SMP PL Tuntang belum
ideal, dan sekolah ini berlokasi di antara perkebunan karet.

Adi Kristiyanto mensyukuri pekerjaan
yang dilimpahkan kepadanya sejak diangkat menjadi guru YPL per 1 Juli 2006 di SD
PL Ambarawa, kemudian dimutasi ke SD PL Don Bosko Semarang dan kini di SMP PL
Tlogo Tuntang. Baginya, YPL merupakan keluarga kedua. “Mutasi ini mampu
membukakan hati yang tertutup,” ucap guru kelahiran Kabupaten Semarang 21 Maret
1979 dan berhobi fotografi ini.
Dari rumahnya, Perum Bawen Bukit
Permai C-29, kabupaten Semarang, suami dari Yohana Kusumawati dan ayah dari Yohana
Stevie Bening K (11 th) dan Stevanie Lintang K (6 th) ini merasa tidak jenuh
dan capai menuju ke tempatnya mengajar. Semboyan hidupnya adalah “do the best for children and others” dan
hidup harus selalu disyukuri. (hans)
Bidik
Kedisipinan dan Kejujuran
Kunci Kesuksesan

Dalam pengalamannya
selama sekolah di sini, kedisiplinan dan kejujuran yang diterapkan dengan
konsisten membuat dirinya bisa sukses seperti ini. “Selain dua hal tersebut
dibutuhkan pula semangat, kerja keras dan selalu berkarya agar bisa meraih
sukses,” ucap pengajar dan Direktur Topografi Lemhanas ini.
Berbagi
pengalaman dan motivasi yang dilakukan pria kelahiran Surakarta 26 Juni 1959 peraih
penghargaan Adimakayasa AAL angkatan 27ini bagaikan pelecut bagi siswa dan
orang tua wali yang hadir. Pengalaman Yani Anatariksa semasa SMA ini
menunjukkan jika kita taat pada peraturan sekolah dan belajar dengan baik semua
jalan akan dimudahkan.
Alumnus SMA PL
Yosef 1977 ini setamat SMA mendaftar ke lembaga pendidikan tinggi manapun
diterima. Namun akhirnya ia memilih menempuh pendidikan di Akademi Angkatan
Laut (AAL) dan meninggalkan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
“ Saya merasa
kagum dan bangga terhadap SMA PL Yosef karena penerapan disipilin dengan masih
tidak memperbolehkan masuk bagi siswa yang terlambat, karena konsistensi ini
akan membentuk pribadi siswa yang kuat dan tangguh,” pungkasnya. (hans)
Bidik
Berdoa dan Bekerja

Ketika ditanya apa
kiat untuk mengembangkan Ciputra Grup di
Surabaya Barat, menurut dia, sebetulnya
sederhana saja. Kalau ingin sukses, kita harus punya pemikiran dan konsep berbeda
dengan orang lain. “Dulu tidak ada orang yang membayangkan bahwa Surabaya Barat
bisa berubah seperti sekarang. Tapi kami sejak awal optimistis untuk
mengembangkan kawasan itu. Maka, konsep kami memang beda. Itulah yang mendorong
kesuksesan Ciputra Grup dalam mengembangkan bisnis properti di Surabaya Barat,”
ujar pria kelahiran Semarang 24 Juli 1961 ini.
Saat disinggung tentang para bisnisman yang
cenderung workalkoholic, dia cuma
tertawa. “Hehehehe.... memang, dulu saya bekerja sangat keras. Nggak kenal yang
namanya hari libur. Tanggal merah, hari-hari besar keagamaan pun saya tetap
kerja. Apalagi, ketika masih muda saya rajin mencari uang sebanyak-banyaknya.
Saya punya ambisi besar untuk sukses dalam karir. Sebelum di Surabaya, saya dipercaya
menjadi marketing manager di Citra
Garden Jakarta. Setahun kemudian pindah ke Mal Ciputra Semarang, lalu pada 1994
pindah ke Surabaya. Sampai sekarang saya di Surabaya,” jelas mantan Ketua
Percasi Jatim dan Ketua DPD REI Jatim ini.
Ora et Labora. Berdoa dan
bekerja. Prinsip ini yang sekarang selalu diterapkannya dalam kehidupan
sehari-hari. Meski sibuk berbisnis, mengurus Ciputra Grup, dia selalu
meluangkan waktu untuk Tuhan. “Tiap hari Minggu saya bersama keluarga ikut misa
di Gereja Santo Yakobus, CitraLand. Setiap malam kami juga berkumpul di rumah
untuk berdoa bersama,” kata suami Lusiana Setiani ini.
Alumni SD PL
Bernadus dan SMP PL Domenico Savio ini ternyata dapat berbicara sangat
religius. “Kita tidak bisa hanya bekerja melulu dan melupakan Tuhan.
Justru kegiatan rohani itu menjadi inspirasi dan memperkaya batin kita dalam
bekerja. Saya juga menerapkan ajaran cinta kasih dalam berhubungan dengan
relasi bisnis maupun karyawan. Contohnya,
kalau kamu dicurangi oleh orang, janganlah kamu membalas mencurangi orang
tersebut. Pergunakanlah pendekatan kasih sayang untuk menyadarkan orang
tersebut kembali ke jalan yang benar. Juga dalam berkomunikasi dengan karyawan
harus ada keseimbangan antara menerapkan prinsip perusahaan dengan kasih
kemanusiaan agar tercipta hubungan saling menguntungkan. Karyawan akan lebih
termotivasi untuk bekerja dengan baik,” kata ayah dari Nitya (24), Nadya (20), dan
Abi (18). (Har-bs)
Realita
“Hadiah Terindah” Suster Emi

Sewaktu belajar di SD, mata pelajaran agama sudah dipisah untuk
murid yang katolik dan yang nonkatolik. Suster Emi kecil punya pengalaman tidak
menarik ketika belajar bahasa Arab. Pukulan kecil mendarat di badannya ketika
tidak bisa membaca tulisan Arab. Sejak saat itu ada sedikit”ketidak sukaan”nya pada
sosok guru agama. Akhirnya Suster Emi belajar bersama teman-temannya yang
beragama Katolik.
“Ternyata enak ya belajar agama Katolik, nyanyi-nyanyi,
menggambar, dan doanya tidak sulit,” kata Suster Emi mengenang.
Lulus SD, ia langsung bersekolah di SMP PL Kaliduren. Di sekolah
ini Emi semakin mantap mengikuti pelajaran agama Katolik. Di SMP PL Kaliduren
ia sangat terkenang dengan Pak Anton. Lulus SMP PL Kaliduren tahun1979, ia
melanjutkan ke SPG PL Sedayu. Di SPG inilah kemantapannya dalam belajar agama Katolik
ia kuatkan dengan ikut magang (katekumen).
Kalau dulu selalu muncul pertanyaan, apa sih Katolik itu,
untuk apa ke gereja, di SPG PL Sedayu semua tanya itu terjawab sudah. Sosok
Bruder Anton Marsudiharjo FIC menjadikan Emi semakin mantap mengikuti Yesus.
“Sosok Br Anton, bagi saya, adalah rohaniwan yang ramah, pinter, dan
menyenangkan,” kenang Sr Emi yang adik kelasnya Br Anton Karyadi FIC ini.
Sr Emi juga terkesan dengan Pak Mukardi yang bisa
mengantarnya sampai bisa seperti ini. Bahkan ketika diajak misa untuk pertama
kalinya, Sr Emi saat itu masih bingung. Waktu itu di SPG PL Sedayu siswa non
Katoliknya hanya tiga, termasuk Sr Emi.
Lulus SPG PL Sedayu tahun 1983, Sr Emi juga telah
menyelesaikan katekumen, namun dia tidak berani baptis. Ketidak beranian itu karena
memang belum waktunya. Untuk itu Sr Emi memberanikan diri mengadu nasib ke kota
Bogor. Sr Emi mengikuti Oomnya yang dulu pernah menjadi bruder, dan telah
menikah.
Oom Suster Emi ini bersedia antar-jemput Sr Emi ke gereja.
Dia berani ke gereja karena telah jauh dari orangtuanya. Pergulatan batin Sr
Emi sungguh hebat. Di rumah hidup di tengah-tengah keluarga yang bukan Katolik,
di tempat Oomnya juga.
Dalam perjalanan hidupnya, Suster Emi menemukan panggilan
lewat banyak orang. Dari guru, teman, dan saudara, juga campur tangan Tuhan,
sehingga akhirnya Sr Emi bisa mengikuti pendidikan suster di Lampung. Belajar
katekumen tetapi keluarga tidak membolehkannya baptis apalagi ke gereja. Pernah pula ia melamar
PNS dan mendapat tugas di Kalimantan namun juga tidak dizinkan orang tuanya. Tapi
Tuhan selalu memberikan yang terbaik bagi umatnya. Akhirnya panggilan menjadi
suster disandangnya. Namun sebelumnya Sr
Emi sempat kebingungan juga karena untuk menjadi suster harus ada izin dari
orangtua ataupun wali. Oom yang dulunya Bruder mengerti akan keinginan Suster
Emi, maka Oomnya yang mengizinkan Sr Emi. Toh ini karena Tuhan sendiri yang
memanggil.
Tahun 2001, Sr Emi mendapat tugas di Seminario Menor Nossa
Senhora de Fatima Balide, Dili, Timor Leste. Awal tugasnya adalah menjadi pendamping
para calon imam praja di Timor Leste. Berkat kegigihan Suster Emi semua kendala
terlewati. Sebagai Suster Misionaris, Sr Emi belajar bahasa, adat, dan
kebudayaan Timor Leste. Setelah mengenal banyak tentang Timor Leste barulah Sr
Emi terjun total mendampingi para seminaris.
Dalam mendidik calon imam di Dili tantangannya sungguh
berat. Mereka yang berasal dari keluarga yang keras terbiasa dengan kekerasan
fisik juga. Sr Emi yang melihat anak-anak dihajar pakai cambuk dari kabel yang
dipilin atau dikepang sungguh pemandangan yang sangat mengerikan. Hampir tiap
malam Sr Emi menangis di bawah jendela rifter
(ruang makan) menyaksikan anak yang mendapat hukuman seperti itu. Tetapi memang
itulah salah satu cara memberi hukuman dalam kehidupan keluarga di sana. Setelah mendapat hukuman mereka minta obat
pada Sr Emi. Bagi mereka hukuman seperti itu biasa tetapi bagi Sr Emi ini
pemandangan yang luar biasa menakutkan. Namun akhirnya pemandangan ini menjadi
biasa baginya.
Hidup di Dili sungguh menyenangkan apalagi ada kerja sama
yang erat antara para romo, diosesan, pamong, dan semua tenaga kependidikan di
Seminari itu. Banyak calon romo di seminari itu. Rata-rata per kelas ada 35
calon romo. Namun seiring berjalannya waktu akhirnya mreteli juga. Ada yang menggembirakan hidup di Dili terutama bagi
yang beragama Katolik. Hampir setiap menit ada misa, saking banyaknya romo dan
ujub misa….
Sr Emi yang mempunyai tugas memasak ini sering mendapat kebaikan
dari Bruder Y Krismanto FIC yang juga berkarya di Timor Leste. Br Kris sering
mengirim sayuran, buah-buahan bahkan pete yang hampir 25 tahun tidak dirasakan
Sr Emi. Surprise….
Setelah beberapa tahun berada di Dili, Sr Emi mendapat
waktu mengunjungi saudara di Kaliduren, Sleman. Teman-teman Suster, Bruder
ataupun Romo sering juga mengunjungi ibunda mereka. Ketika pulang dengan
menggunakan pakaian suster, tentu saja ibunya kaget. Kekagetannya disertai
tangis dan tanya, “mengapa bisa begini?”
Suster Emi menjelaskan arti panggilan hidup walaupun cerita
itu tidak dimengerti oleh ibu dan saudara-saudaranya. Setelah ibunya memahami
arti menjadi suster akhirnya menerima walaupun (mungkin) dalam hati menolak.
Sr Emi menjelaskan bahwa menjadi biara itu tidak mendapat
gaji, namun saat pulang Sr Emi juga membawakan oleh-oleh buat keluarga.
“Katanya tidak punya gaji, kok bawa oleh-oleh?” tanya ibunya.
Suster Emi menjelaskan bahwa seorang biarawati juga
mendapat uang saku dan transport. Pemahaman anaknya yang menjadi suster tidak
bergaji, ini membuat ibunya yang sungguh luhur tidak pernah minta uang.
Pada akhirnya “kerelaan” mempersembahkan anaknya mengikuti
jalan Tuhan itu pun menjadi hadiah yang terindah bagi Suster Emi.
(Retnowi)
Percik
Membaca yang Berdaya Ubah
Oleh : Markus
Sunaryo *)
Seorang
Dosen Kitab Suci, yang sekarang menjadi Uskup, pernah mengajak mahasiswanya
untuk berdiskusi tentang kehebatan Yesus dalam “menjatuhkan” lawan-lawannya
yang selalu mencobai-Nya. Selain itu penampilan, gaya bicara Yesus selalu
mempesona banyak orang. Dari manakah kemampuan Yesus yang sehebat itu? Ada
mahasiswa yang menjawab, “karena Dia adalah Allah.” Lalu dosen itu mengatakan
diskusi kita selesai karena jawaban itu.
Sang dosen tadi sebenarnya mau
menyampaikan bahwa Yesus itu rajin membaca kitab suci. Dia selalu mengatakan ada tertulis, atau juga tidakkah kamu baca. Dari dua hal ini nampak jelas dan tidak
diragukan jawaban Yesus dari sisi kemanusiaan, karena Yesus rajin membaca
secara komprehensif sehingga mampu mengaitkan satu dengan yang lain lebih tepat
dan kontekstual.
Membaca
yang “mengubah”
Yesus mempunyai kemampuan membaca
yang bagus. Dia pernah ditunjuk sebagai lector,
pembaca dalam rumah ibadat (Bdk Luk 4:15-21). Entah kebetulan atau saat itu
sudah ada kalender liturgi Yahudi, Yesus membaca kitab Yesaya. Tentu Dia
membacakan dengan sangat baik, dan ketika memberikan penjelasan sangat
menghebohkan jemaat yang hadir di situ. Orang menanyakan kemampuan Dia membaca
sedemikian hebat, yang mampu “mengubah” dan membuat orang mendapat pencerahan.
Menurut penelitian arkeologis dan ahli-ahli dalam sejarah kekristenan, di
Nasaret tempat Yesus dibesarkan, ada sekolah kitab suci (semacam pesantren),
namun dibubarkan oleh tentara Romawi, karena dikira itu adalah sekolah politik.
Yesus dimungkinkan pernah sekolah di situ bersama ahli-ahli Taurat yang sering
mencobai Dia.
Dalam Perjanjian Baru, khususnya
Injil, kita dapat menemukan Yesus berhadapan
dengan orang-orang yang memusuhinya. Di sana Yesus tidak ber-argumen yang
muluk-muluk, tetapi menyampaikan hal-hal yang sudah sangat akrab dan digeluti
lawan-Nya, yakni nas-nas dalam kitab suci sendiri. Maka untuk membuat lawan
tidak berdaya Yesus cukup mengatakan, tidakkah
kamu baca dalam kitab suci, atau ada
tertulis dalam kitab suci. Demikian juga dialog Yesus dengan iblis yang
mencobai-Nya di padang gurun, Yesus selalu mengatakan, ada tertulis. Argumen Yesus cukup efektif untuk melumpuhkan
lawan-lawannya, karena argumen-Nya berdasarkan apa yang diyakini semua orang
sebagai kebenaran yakni Kitab Suci.
Kemampuan
Menulis
Membaca erat kaitannya dengan
menulis. Biasanya kemampuan membaca dan menulis berjalan seiring dan saling
menyempurnakan. Di sini kita bisa bertanya, Yesus mempunyai kemampuan membaca
yang menghebohkan, yang berdaya ubah, yang mengubah pola pikir, dan seterusnya,
apakah Yesus juga mempunyai kemampuan istimewa dalam menulis, sehingga
mewariskan tulisan seperti Yesaya, Yeremia, Kidung Agung, Mazmur?
Pada
ahli kitab sepakat, Yesus tidak mewariskan tulisan-Nya. Yesus kerja-Nya
bersifat blusukan dan waktu hidup-Nya
relatif singkat. Maka “sekretaris”lah kelak yang akan menuliskan Matius,
Markus, Lukas dan Yohanes. Namun dalam keempat Injil juga hanya ada dua ayat
yang mengatakan Yesus menulis. Itupun dalam satu konteks: kepada Yesus
dihadapkan perempuan yang kedapatan berzinah dan sekali lagi, itupun untuk
mencobai Yesus.
Dalam Yohanes 8 ayat 6 dan ayat 8 dikatakan, Yesus
membungkuk dan menuliskan di tanah. Apa yang dituliskan tidak ada yang tahu
persis. Namun orang-orang Yahudi, ahli Taurat, orang Farisi nampaknya tahu apa
yang Yesus tulis di tanah itu. Ada ekseget (ahli ilmu kitab suci) yang menduga
bahwa tulisan itu adalah hukum kasih: Cinta Tuhan dan Cinta Sesama. Namun
kemungkinan juga 10 Perintah Allah, di mana ada yang memuat larangan berzinah.
Dan barangkali di antara mereka ada yang pernah terlibat dalam perzinahan
dengan perempuan itu. Lawannya mundur teratur setelah Yesus mengeksekusi dengan
kata-kata, barang siapa tidak berdosa hendaklah
melempar terlebih dahulu.
Tulisan Yesus meskipun sederhana, di
tanah, mudah terhapus; mampu berdaya ubah. Orang yang tadinya mau marah, mau
melempari batu ke arah perempuan menjadi malu dan menunda kemarahannya.
Sebaliknya perempuan yang sudah dipastikan akan mati karena lemparan batu yang
tidak manusiawi menjadi terselamatkan.
Refleksi
Guru adalah pembaca, atau tukang
baca, dan juga penulis atau tukang tulis. Kalau mau belajar dari Yesus maka
kegiatan membaca guru secara rutin masih harus dilakukan. Hindari kata sudah pernah, wis tau. Membaca di
hadapan murid secara langsung akan berbeda dengan membaca sendiri-sendiri dalam
kebersamaan di kelas. Membaca manual, dari buku cetakan jauh lebih berkesan
daripada membaca dalam gadget dan media online
lainnya.
Demikian
juga guru meskipun mengajarnya sudah menggunakan LCD, lewat media sosial,
ketika ada tatap muka dengan para siswa masih sangat diperlukan guru menulis di
papan tulis. Jangan pernah mengeluh siswa tulisannya jelek, kalau kita pun
tidak pernah memberikan contoh tulisan yang bagus. Banyak siswa ingat jawaban
soal ulangan berdasarkan ingatan ketika gurunya menuliskan pembahasan di sudut
tertentu dari papan tulis. Jenis tulisan guru pun dapat membantu ingatan siswa.
Satu hal lagi yang perlu dipelajari
dari Yesus, selain pembacaannya dan penulisannya berdaya ubah; Yesus selalu
mengendapkan apa yang Dia lakukan sepanjang hari dengan selalu menyingkir ke
tempat yang sunyi untuk berdoa.
Maka
letak kekuatan semua pembelajaran menarik ini adalah pembacaan yang bagus dan
penulisan yang bagus dari sisi guru/pendidik. Mari kita tingkatkan kemampuan
membaca dan menulis kita
*)
Guru SMA PL Sukaraja
Segar
“Angin Duduk” yang
Mematikan
Hari itu Dina (32 thn)
meminta izin pulang lebih cepat dari kantornya. Sejak pagi, Dina merasa pusing
dan mual. "Aku masuk angin nih," keluhnya pada Fahmi (35 thn),
suaminya melalui telepon.
Setiba di rumah, Dina
memesan bubur ayam dan teh panas untuk mengurangi rasa tak enak badan. Setelah
kerokan, ia mengoleskan minyak kayu putih ke seluruh badannya, sebelum beranjak
tidur.
Lepas senja, Dina belum
bangun juga. Fahmi yang baru saja pulang kantor menengok ke kamar. Di tempat
tidur Dina memang masih tertelungkup, tapi....sudah tak bernapas lagi! Wajahnya
kebiruan. Tampaknya Dina menahan
rasa sakit sesaat sebelum menghembuskan napas terakhirnya. Selain panik,
suaminya juga bingung. Sejauh diketahuinya, selama ini kondisi
kesehatan Dina baik-baik saja. Bahkan istrinya itu tergolong wanita gesit yang
memiliki segudang aktivitas setiap harinya, Penyakit "tersembunyi"
apakah yang merenggut nyawa Dina?
Menurut dr H Djoko
Maryono DSPD, DSPJ, ahli internis dan Kardiologi dari RS Pusat Pertamina, yang
dialami Dina adalah Angina Pectoris.
Orang-orang kita dulu biasa menyebutnya sebagai penyakit Angin Duduk
atau lebih umum masuk angin. Gejalanya memang mirip masuk angin biasa,
hanya sedikit lebih berat. Tak mengherankan jika penyakit ini cenderung
disepelekan. Penyakit ini bersifat silent disease/penyakit
diam-diam tanpa gejala yang ekstrim namun
mematikan.
Masuk angin yang satu
ini ternyata bukanlah masuk angin biasa. Yang biasa disebut angin duduk sesungguhnya adalah salah
satu gejala penyakit jantung koroner, yang jika tidak segera ditangani
penderitanya, bisa langsung meninggal hanya dalam waktu 15-30 menit setelah
serangan pertama. Dokter Joko mengatakan, kematian yang terjadi itu sama sekali
bukan akibat kerokan atau pengolesan minyak angin seperti yang dilakukan Dina,
melainkan karena tidak terdeteksinya kelainan pada jantung penderita. Padahal,
seandainya sepulang kantor Dina langsung pergi ke Rumah Sakit atau ke dokter,
dan bukannya malah kerokan di rumah yang sama sekali tidak ada hubungannya
dengan sang penyakit, mungkin nyawanya masih sempat terselamatkan.
Pusing, mual dan
kembung yang dialami penderita Angina Pectoris memang serupa dengan penyakit masuk angin biasa.
Hanya saja, penderita juga merasakan dada sesak, nyeri dibagian ulu hati,
keluar keringat sebesar jagung, serta badan terasa dingin. Sayangnya, hal ini
sering tidak disadari sebagai indikasi adanya gangguan pada jantung yang
sifatnya kritis.
Menurut dokter Joko,
20% dari keluhan Angina Pectoris yang
diperiksakan ke dokter atau rumah sakit ternyata terdeteksi sebagai penyakit
jantung koroner akut. Penyakit ini merupakan gangguan pada jantung akibat
adanya kelainan pada pembuluh darah koroner yaitu
pembuluh darah yang mensuplay oksigen
dan nutrisi ke jantung itu sendiri sehingga darah tidak mampu mengantarkan
zat-zat yang dibutuhkan oleh jaringan dinding rongga jantung. Karena itu, jika
tidak terdeteksi sejak awal, penderitanya bisa mengalami sudden death/kematian mendadak.
Penyakit Angina Pectoris itu sendiri berupa perasaan
tidak nyaman berkepanjangan yang terjadi lebih dari 5 menit akibat menurunnya
tekanan darah yang memompa jantung. Akibatnya, jantung membutuhkan lebih banyak
oksigen. Karena jantung tidak mampu memompa dengan sempurna, maka pembuluh
darah mengadakan reaksi pemulihan berupa kontraksi guna mencukupi pengisian
oksigen pada pompa jantung tadi, kontraksi itulah yang menimbulkan keringat
dingin pada kulit.
Perbaiki
Gaya Hidup
Sumber masalah
sesungguhnya terletak pada penyempitan pembuluh darah jantung (vasokonstriksi).
Penyempitan ini diakibatkan oleh empat hal (1) Adanya timbunan-lemak
(aterosklerosis) dalam pembuluh darah akibat konsumsi kolesterol tinggi. (2) Sumbatan
(trombosis) oleh sel beku darah (trombus). (3) Vasokonstriksi atau penyempitan pembuluh
darah akibat kejang yang terus-menerus. (4) Infeksi pada pembuluh darah.
"Gaya hidup masa
kini yang kurang sehat dan tidak teratur adalah pemicunya !" tegas dokter Joko.
Menurutnya, zaman
sekarang orang cenderung melupakan pentingnya olahraga, hidup dalam
kondisi stres, sering tidur larut malam, dan sering mencoba bermacam pola diet
yang tidak sehat. Kurang atau tak pernah
olahraga akan menghambat kelancaran metabolisme tubuh akibatnya akan terjadi
pengendapan lemak yang perlahan-lahan dapat menyumbat lajunya aliran darah ke
jantung. Sementara itu, orang sekarang banyak yang mengaku tak punya cukup
waktu untuk berolahraga.
Ada beberapa tips yang
bisa kita lakukan: minum air putih minimal 8 gelas sehari, banyak makan
buah-buahan dan sayuran (serat alami), hindari stres dan selalu sabar, perbanyak
berpuasa untuk mengurangi racun tubuh, tidur yang cukup dan
olahraga ringan secara rutin.
-
Th. Enik Mutiarsih,
dari
berbagai sumber
Sajak-Sajak
Kami
Memilih Tersenyum
(Elisabeth
Setiyaningsih, SMA PL
Santo Lukas Pemalang)
Mei
kelabu...di tanah Jogja
Meluluh
lantahkan ..
Mengambil
sukma...
Begitu
cepat dan tak ada ampun
Duniaku
berubah seketika dalam sepuluh menit
Tuhan,
ada masa aku menghujat Engkau
Tenggelam
dalam kerapuhan
Namun
Engkau tetap sabar menantiku
Menantiku paham akan kasihMu
Engkau
menguatkan langkah di atas cobaan ini
Sepuluh
tahun sudah, kami meniti asa dalam puing
Sekarang.....kami
mantap melangkah
Walau rasa kehilangan selalu menyakitkan
Kami
memilih tersenyum...
Karena
air mata tak akan membawamu kembali, Pak..
Teriring
doa dari anak malasmu...
Petuah,
marah dan candamu adalah memori
Walau
hanya lima belas tahun bersama
Tak
mengapa..... karena engkau abadi di hati
Semoga
restumu selalu menyertai...
Sejenak Berdiam dalam Keheningan
(Ag. Budi Susanto, S.Pd., Guru SMP PL Sedayu)
malampun semakin larut
hujan terus menghantarkan malam
mencapai sebuah harapan
akan detik-detik waktu
yang makin mendekat
sejenak kuputarkan memori
mengingat kala hati tlah menggenggam
sebuah keputusan hati
...
binatang malam terus bernyanyi
mengidungkan syair-syair kehidupan
meninabobokkan para petualangan rimba
yang mulai memejamkan mata hati
untuk mendapatkan kesegaran jiwa
siapkan jalani pengembaraan esok hari
hujan terus menghantarkan malam
mencapai sebuah harapan
akan detik-detik waktu
yang makin mendekat
sejenak kuputarkan memori
mengingat kala hati tlah menggenggam
sebuah keputusan hati
...
binatang malam terus bernyanyi
mengidungkan syair-syair kehidupan
meninabobokkan para petualangan rimba
yang mulai memejamkan mata hati
untuk mendapatkan kesegaran jiwa
siapkan jalani pengembaraan esok hari
Ketika Senja Tak Seindah Biasanya
(Ag.
Budi Susanto, S.Pd., Guru
SMP PL Sedayu)
mungkin aku hanya bisa diam
dalam menatap senja
yang penuh dengan duka
tak nampak cahyamu
yang selalu memberikan keindahan
bagi yang menatapmu
... tak terdengar
nyanyian katak-katak
dalam kolam kehidupan
tak tampak
ayam kampung
berbaris menuju ke peraduannya
tak terdengar
canda tawa anak-anak kampung
berebut bola
engkau membuang senyum
dalam lobang-lobang peresapan
engkau berselimut
di antara dinding-dinding beku
Engkau memang tak seindah biasanya
hujan dan angin menjemput kedatanganmu
.................................
Jujur
(Ratih,
Guru SLB PL Jakarta)
Jangan kau nodai hidupmu dengan
kebohongan
Upayakan agar slalu bicara apa adanya
Jauhkan diri dari kehidupan yang
merugikan orang lain
Utamakan hidup berguna untuk sesama
Raihlah apa yang kau inginkan..
Jujur......
Kebiasaan
yang harus ditanamkan sejak dini
Sulit
dilakukan tapi...
Harus
dilaksanakan
Memang
antara kebenaran dan kebohongan
Sulit
tuk dibedakan
Galakkan
dan tanamkan jujur
Dalam
dirimu
Hidupmu
pasti akan dipenuhi dengan kepercayaan
Tanpa Pamit
(Dian Tri Cahyani, XI IPS 2, SMA PL Santo
Yosef)
Kau datang membawa senyuman untukku
Dan saat itu pula kuterpikat akan senyuman manismu
Kau bawa ku menjelajahi mimpi indahku bersamamu
Kau tuturkan kata yang mampu membuatku terasa berarti
Namun saat ku terbuai akan indah cintamu
Ternyata kau diam-diam tinggalkanku
Kau hapus semua kebersamaan itu dengan pengkhianatan
Kau beri ku rasa sakit yang terdalam
Sejenak ku berpikir...
Benarkah ini semua terjadi?
Orang yang dulu aku puja..
Benarkah kini tinggalkanku?
Ku merasa ini semua adalah mimpi
Mimpi burukku ...
Dan kini saat ku tersadar
Benar adanya ku kehilangan dia yang kucinta
Tanpa pamit
Tanpa kecupan manis
Dan tanpa secercah harapan kembali
Dia telah pergi untuk bersamanya
Guru
Pangudi Luhurku
(Stefanus
Ade Setiawan IX B, SMP PL Cawas
)
Kala
fajar pancarkan senyumnya
Kau
mulai hari penuh semangat
Dengan
penuh tanggung jawab
Kau
dorong tubuhmu yang tinggi menjulang
menuju
sekolah tercinta
Indahnya
senyum fajar tertambah
Dengan
indahnya senyum salam sapa muridmu
Bel berbunyi
Klotak Klotak bunyi sepatumu
Dengan penuh keyakinan di dadamu
Kau cerdaskan bangsamu
Dengan penuh kesabaran
Mulai abcd, aljabar phytagoras
Semua tersampaikan dengan penuh
Hingga muridmu tahu ilmu
Hingga muridmu siap
hadapi
masa depan penuh tantangan
Tak
hanya ilmu kau sampaikan
Prinsip
dan motivasi hidup
Jadi
pedoman hidup kami
Senyum
terindah kau berikan
Saat
kami perlahan tahu akan hidup
Guruku...
Terima kasihku padamu
Atas segala pengorbanan dan
perjuanganmu
Yang kau berikan pada kami muridmu
Jasamu....
Akan tetap tinggal dalam sanubariku
Pangudi
Luhur Cawasku
(Yosephine
Debbie D. IX B, SMP PL Cawas)
Inilah
tempat di mana ku dididik
Bukan
sekedar pengetahuan
Namun
pendidikan karakter
Yang
mungkin dijumpai
Di
tempat lain
Inilah bentuk nyata pengabdian
Karena di sinilah
kudapat melihat
Begitu besarnya jasa guru untukku
Pangudi
Luhur Cawas
Bukan
sekedar sekolah
Melainkan
rumah yang juga ajarkan
Nilai
– nilai kehidupan
Buku
(Brigita Angela, Kelas 6
SD PL Pasir Mayang, Ketapang)
Ke
sekolah aku berangkat
Tak
lupa tas kuangkat
Buku
tulis pun ikut terangkat
Ilmu
dan Pengetahuan kudapat
Buku
...
Karenamu
kudapat belajar
Karena
kau sumber ilmu
Buku
...
Engkau
sungguh berjasa bagiku
Ku
anggap buku sebagai teman
Terima
kasih buku
Melongok
Mewujudkan Sekolah
Berwawasan Lingkungan
Apa
sih sebenarnya yang dimaksud sekolah berwawasan lingkungan? Sekolah berwawasan
lingkungan disebut juga Sekolah
Adiwiyata yaitu
sekolah yang peduli lingkungan sehat,
bersih, hijau dan indah. Dengan menerapkan program adiwiyata diharapkan warga
sekolah dan masyarakat di sekitar sekolah tersebut dapat semakin peduli dengan
lingkungan sekolah dan lingkungan sekitar.
Kata ‘adiwiyata’ berasal dari bahasa Sansekerta ‘Adi’ dan ‘Wiyata’. Kata ‘Adi’ mempunyai makna besar, agung, ideal.
Sedangkan kata ‘Wiyata’ bermakna tempat untuk belajar. Dengan
demikian kata ‘adiwiyata’ dapat diartikan sebagai tempat ideal
untuk memperoleh ilmu dan pengetahuan.
Kebijakan
Sekolah
Untuk
mewujudkan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan maka diperlukan
beberapa kebijakan sekolah yang mendukung dilaksanakannya kegiatan-kegiatan
pendidikan lingkungan hidup oleh semua warga sekolah sesuai dengan
prinsip-prinsip dasar Program Adiwiyata yaitu partisipatif dan berkelanjutan.
Pengembangan
kebijakan sekolah tersebut antara lain (1) Visi dan misi sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan.(2) Kebijakan sekolah dalam mengembangkan
pembelajaran pendidikan lingkungan hidup.(3) Kebijakan peningkatan kapasitas sumber
daya manusia (tenaga kependidikan dan nonkependidikan) di bidang pendidikan
lingkungan hidup. (4) Kebijakan
sekolah dalam upaya penghematan sumber daya alam. (5) Kebijakan sekolah yang mendukung
terciptanya lingkungan sekolah yang bersih dan sehat. (6) Kebijakan sekolah untuk pengalokasian
dan penggunaan dana bagi kegiatan yang terkait dengan masalah lingkungan hidup.
Pengembangan
Kegiatan Berbasis Partisipatif
Untuk
mewujudkan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan, warga sekolah perlu
dilibatkan dalam berbagai aktivitas pembelajaran lingkungan hidup. Selain itu
sekolah juga diharapkan melibatkan masyarakat di sekitarnya dalam melakukan berbagai kegiatan yang
memberikan manfaat baik bagi warga sekolah, masyarakat maupun lingkungannya.
Kegiatan-kegiatan
tersebut antara lain (1) Menyelenggarakan
kegiatan ekstra kurikuler di bidang lingkungan hidup berbasis patisipatif di
sekolah. (2) Mengikuti
berbagai kegiatan lingkungan hidup yang
diselenggarakan oleh pihak lain. (3) Membangun kegiatan kemitraan atau memprakarsai pengembangan
pendidikan lingkungan hidup di sekolah.
Penghargaan
Adiwiyata
Penghargaan
adiwiyata dibedakan dalam dua
macam. Yang pertama, Sekolah
Adiwiyata Mandiri yaitu
sekolah yang menunjukkan peningkatan kinerja selama tiga tahun berturut-turut.
Yang kedua, Sekolah
Adiwiyata yakni sekolah
yang yang baru mendapatkan Adiwiyata
(tahun pertama). Penyerahan penghargaan Adiwiyata Mandiri dilakukan oleh
Presiden RI di Istana Negara sedangkan penghargaan Sekolah Adiwiyata diserahkan
oleh Menteri Lingkungan Hidup.
Sekolah Adiwiyata
Beberapa
pemaparan di atas adalah gambaran singkat tentang Sekolah Adiwiyata atau sekolah yang berwawasan lingkungan.
Sekolah mana saja yang memiliki predikat sebagai Sekolah Adiwiyata tingkat Nasional? Berikut ini
adalah daftar beberapa
sekolah yang letaknya di sekitar sekolah Pangudi Luhur yang
berpredikat Sekolah
Adiwiyata Nasional tahun 2015 :
(1) SD IBA Palembang,
Sumatera Selatan. (2) SMP
Negeri 13 Palembang, Sumatera Selatan. (3) SMK Negeri 2 Muara Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatera
Selatan. (4) SMK
Negeri 3 Boyolali, Jawa Tengah. (5) SMA
Negeri 1 Purwantoro, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah dan (6) SMA Negeri 2 Banguntapan, Kabupaten
Bantul, D.I. Yogyakarta.
Untuk
tahun 2016 ini, salah satu sekolah yang mendapatkan anugerah Sekolah Adiwiyata
Mandiri adalah SMP N 3 Kota Tangerang Selatan, Banten. Bagi teman-teman Pangudi
Luhur yang ada di Jakarta dan sekitarnya yang ingin menjadi Sekolah Adiwiyata dapat belajar dari sekolah
tersebut.
Sekolah
Adiwiyata di Yayasan Pangudi Luhur
Patut diketahui, beberapa sekolah di lingkungan Yayasan
Pangudi Luhur ada yang menjadi sekolah berwawasan lingkungan. Beberapa sekolah
tersebut antara lain:
1. SMP
PL St. Vincentius Sedayu

Menurut Pak Aris, Guru SMP PL Sedayu, beberapa hal yang dilakukan oleh SMP PL St Vincentius Sedayu
untuk bisa menjadi Sekolah
Adiwiyata adalah
membuat lingkungan sekolah menjadi lebih hijau (bukan sekadar dicat warna hijau). Selain itu, dalam perangkat
pembelajaran, seperti silabus dan RPP juga mencantumkan unsur-unsur yang berkaitan dengan lingkungan hidup, melakukan kerja sama dengan pihak lain
dalam hal lingkungan. Bahkan secara khusus sekolah ini mendapat pendampingan dari BLH (Balai
Lingkungan Hidup) Kabupaten Bantul dan
Provinsi DIY.
Salah satu program SMP PL St Vincentius Sedayu
adalah mengembangkan
kegiatan pendidikan kewirausahaan
melalui Bank Sampah. Pelaksanaan
pengelolaan sampah dalam sebuah Bank Sampah adalah (a) Sampah dikelompokkan menjadi dua yakni sampah organik dan non organik.(b) Untuk sampah organik diproses menjadi
kompos dan digunakan untuk memupuk tanaman. Sampah non organik dikelompokkan
lagi menjadi 3 yaitu: kertas, plastik, kaca/logam dan selanjutnya dibawa ke
Bank Sampah oleh petugas dari tiap-tiap kelas dan dari Kantin Sekolah. (c) Sampah kertas, plastik dan logam
diterima oleh petugas (teller) dari Bank Sampah, kemudian ditimbang dan
dicatat oleh teller sesuai jumlahnya.(d) Teller akan memberikan sejumlah uang kepada
nasabah, berdasarkan harga yang ditentukan setiap kilogramnya. (e) Jika kumpulan sampah sudah cukup banyak,
Bank Sampah menghubungi pembeli (home industri daur ulang sampah) untuk mengambil sampah dan
mendapatkan uang. Uang tersebut dikelola oleh Bank Sampah untuk kegiatan jual-beli sampah dengan para nasabah (petugas
kelas).
2.
SMA
PL St Yosef Surakarta
Tahun ini SMA PL St Yosef Surakarta
tengah mempersiapkan diri untuk maju ke tingkat nasional mewakili Kota
Surakarta sebagai Sekolah
Adiwiyata.
Seharusnya Lomba
Sekolah Adiwiyata tersebut sudah diikuti oleh
sekolah ini tahun 2015 yang
lalu namun karena
bersamaan dengan akreditasi sekolah, baru tahun ini (2016) ditindaklanjuti.
3.
SMA
PL Van Lith Muntilan
Sekolah Pangudi Luhur yang lain yang sedang berusaha menjadi Sekolah Adiwiyata adalah SMA PL Van Lith. Untuk
tahun ini sekolah ini terpilih
menjadi Sekolah
Adiwiyata mewakili
Kota Magelang berlaga di ajang provinsi.
Dengan motto “clean and on time”, SMA Van Lith terus berbenah agar dapat meraih
tiket maju ke tingkat nasional bahkan bisa menjadi Sekolah Adiwiyata Mandiri.
Budaya bersih, sehat, dan hijau
tentu saja bukan sekadar untuk mendapat prestasi menjadi Sekolah Adiwiyata dalam ajang lomba. Menjadi
sekolah yang berwawasan lingkungan tentu akan menjaga lingkungan sekolah tetap
bersih, sehat, dan hijau, dengan
demikian proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan lancar.
-
F.
Rudy D.
Wibawa
Dinamika
Siap Menerima Diri dan Keadaan Baru
Oleh
: Christina Dwi Endang W.*)
“Bu
Guru tahu tasku tidak ? Kok di kelas tidak
ada? Tasku hilang…”
dengan air mata yang mulai runtuh anak
kecil ini mengadukan kesedihannya.
“Tadi ditaruh di mana?” tanyaku
sedikit bingung dan panik karena pagi-pagi sudah ada yang menangis.
“Mama tadi yang naruh, katanya
ditaruh di sini, tapi kok tidak ada!”
tangisnya pun pecah.
Waduh
menangisnya semakin keras, membuatku tambah bingung. Bagaimana cara
menenangkan kecengengan anak ini ? Saat dilanda kebingungan ini pintu kelas diketok oleh seorang teman
guru yang mengantar sebuah tas yang nyasar di kelasnya.
“Apa ini tasmu, Nak?” tanyaku dengan berusaha sabar.
“Hi.........iya,”wajahnya tampak senang dan lega. Air
matanya mulai hilang.
Satu
hal terlampaui pagi ini. Aku berharap tidak ada hal yang mengganggu lagi.
Segera aku mulai mengajar sesuai jadwal. Dengan semangat aku mengajar bilangan
bulat yang bagiku ini materi mudah. Aku merasa semua mendengarkan dengan baik apa yang aku terangkan pada mereka. Namun tidak begitu lama
anak-anak mulai gaduh. Aku mencoba mencari tahu penyebabnya. Astaga setelah
berapi-api aku menjelaskan dengan gaya guru SLTA ternyata banyak anak tidak
jelas dengan penjelasanku. Aduh.....padahal ini kan materi yang sangat mudah.
Wajah bengong dan bingung itu sungguh menyiksaku. Bagaimana hal ini bisa terjadi
dan bagaimana cara mengatasi ?Untung
saja bel istirahat berbunyi, aku sedikit terselamatkan.
Segera
setelah istirahat aku menemui teman guru pararel dan bertanya bagaimana cara
mengajarkan bilangan bulat yang mudah diterima anak. Beberapa tips aku dapatkan dari “hasil belajar” dengan teman guruku itu. Belum sempat mengucapkan terima kasih kepada teman tiba-tiba serombongan
muridku datang dan mengadukan kalau salah satu temannya hendak BAB. Aku katakan
supaya segera pergi ke kamar kecil.
“Tidak bisa begitu............tidak
bisa.....tidak bisa........!” serentak mereka menolak jawabanku.
“Bu Guru harus cepat menolong...........kalau
tidak kelas kami akan
bau,” seru seorang anak
Secepat
kilat aku segera menuju kelas dan menemui anak yang hendak BAB. Segera aku
minta dia pergi ke kamar kecil. Aku lihat keringat dinginnya mulai ke luar, wajahnya mulai menangis, sambil
berteriak, “ Bu Guru
aku tidak bisa cebok!”
Aku
sedikit tercengang karena siswa di sekolah yang katanya favorit ini di usia kelas tiga ada yang belum
bisa cebok. Namun ini darurat, kutunda keherananku.
“Perhatikan Bu Guru, pergi ke kamar kecil, celana dilepas
dan gantungkan di kapstok, setelah itu segera BAB. Selesai BAB siram bagian
belakang yang kotor dan bersihkan dengan tangan
kiri. Setelah selesai pakai lagi celananya dan cuci tanganmu sampai bersih!!”
“Iya...........” sambil berlari
menuju ke kamar kecil.
Segera
aku teruskan pelajaran matematika dan mempraktikkan saran teman. Wow..........luar biasa
setelah aku ubah cara mengajarku sesuai saran kawan guruku itu anak-anak mulai berinteraksi baik dan
mulai memahami penjelasanku. Lega rasanya bisa membuat anak-anak memahami
pelajaran. Sepenggal hari hampir kulalui dengan baik dan penuh perjuangan.
Sampai tiba-tiba pintu terbuka secara keras dan seorang anak masuk dengan
tergopoh-gopoh. Ternyata siswa yang tadi BAB. Wajahnya menyeringai tanpa dosa
sambil melaporkan sesuatu.
“Bu Guru aku sudah selesai BAB, juga
sudah bisa cebok, tanganku sudah kucuci dengan sabun, tapi.....”tak dilanjutkan
laporannya
Aku
menatap dengan jengah dan segera aku ketahui mengapa ia mengatakan “tapi”.
“Tapi.....sepatumu basah kuyup,
mengapa bisa begitu?”
“Aku sudah melakukan yang Bu Guru pesan, celana sudah saya lepas, saya
taruh di kapstok, lalu aku BAB, dan sudah cebok. Setelah itu aku pakai lagi
celanaku dan aku cuci tangan. Selesai. Bu Guru tidak menyuruhku lepas sepatu dan kaos
kaki maka tadi terguyur saat aku cebok...jadi basah .....” cerita mengucur dari
wajah polosnya.
Lagi-lagi
aku masih harus banyak belajar untuk menangani hal-hal seperti ini. Aku mencoba
memaafkan diriku sendiri dan segera kutarik napas panjang untuk mencoba
melanjutkan karya hari ini. Dengan mencoba sabar segera aku layani siswa di
hadapanku yang berwajah polos ini.
“Baiklah, sekarang supaya tidak
masuk angin, sepatunya dilepas dulu dan dijemur di tempat panas supaya segera
kering dan kamu kembali ke kelas untuk kembali belajar.”
Kelas
menjadi gaduh dan sulit dikendalikan karena kejadian tadi. Dengan bersusah
payah akhirnya bisa aku redakan. Sepenggal hari ini sudah kulalui. Rasanya
lelah dan bingung terhadap situasi baru ini. Hal-hal yang tak pernah terlintas
di benakku harus aku hadapi di keseharian mengajar di SD. Banyak yang harus
dipelajari dan berimprovisasi secara benar dalam menangani kejadian-kejadian
dalam proses pembelajaran di SD.
Minggu-minggu
pertama mengajar di SD bagai sebuah siksaan dan kadang aku digoda dengan perasaan
pesimis untuk dapat melakukan tugas ini dengan baik. Setiap hari selalu ada hal
baru yang harus dapat ditangani dengan baik.
Dengan
semua dinamika perasaan yang ada,
akhirnya waktu satu tahun ini sudah terlampaui. Satu tahun terasa sangat
panjang dibandingkan tahun-tahun yang pernah berlalu sebelumnya. Namun satu
tahun ini banyak hal yang aku pelajari dan banyak cerita yang memperkaya
pengalaman hidup. Yang terpenting aku bisa menepis rasa pesimis dengan banyak
belajar dari teman sejawat dan mencoba sebisa mungkin bersikap rendah hati
supaya banyak hal yang dipelajari dapat diterapkan dengan baik. Komunikasi yang
baik dengan teman sejawat sangat membantu tugasku.
Pandanganku
mulai berubah mengenai tugas mengajar di SD kelas rendah. Biar saja jika ada
sebagian orang mengatakan guru SD itu mudah karena pelajarannya mudah. Memang
materi pelajaran mudah, namun yang tersulit justru dalam meningkatkan kemampuan
diri dalam mengatasi situasi harian yang kadang tidak terduga supaya materi
yang dianggap mudah itu dapat dipahami anak dengan baik.
Beberapa
hal yang bisa kubagikan pada teman-teman yang mungkin menghadapi situasi yang
sama atau hampir sama yaitu ditugaskan mengajar di kelas dengan jenjang yang
jauh berbeda dari jenjang semula.
Hal
pertama yang harus disikapi dengan tugas baru adalah siap menerima diri dan
keadaan baru. Sikap diri yang menolak keadaan justru menjadikan diri terhambat
dalam mengembangkan
kemampuan mengerjakan hal yang baru. Kebingungan dan sejuta perasaan yang
campur-aduk
memang mewarnai tugas baru. Hal ini sangatlah wajar. Keadaan yang tidak menentu
bukan berarti tidak bisa dilampaui. Hal yang saya lakukan walaupun kadang
banyak benturan adalah kerendahan hati untuk membuka diri untuk hal yang baru
dan mempelajari hal-hal baru.
Sikap under estimate
terhadap pekerjaan orang lain dan orang
lain harus ditinggalkan. Teman sejawat adalah guru yang sangat tepat untuk
mempelajari hal-hal yang baru. Mereka dengan pengalamannya akan dengan cuma-cuma
membagi tips-tips dalam mengerjakan tugas kita dengan lebih baik. Memilih teman
sejawat yang berkompeten sesuai permasalahan yang dihadapi sangat membantu
karena mereka memiliki keunggulannya sendiri-sendiri.
Hal
terpenting yang yang harus dikenali adalah anak didik yang dihadapi. Pada
jenjang yang berbeda perkembangan psikologinya juga berbeda maka memang perlu
rajin membaca, bertanya pada
orang yang
lebih tahu, peka pada situasi, dan tidak mudah panik dalam menghadapi situasi harian.
Lama-kelamaan pengalaman akan semakin banyak dan pasti banyak persoalan siswa
yang mampu ditangani dengan lebih baik.
Semarang,
19 Juli 2016
*) Guru SD
PL Bernardus Semarang
Setiap kebencian dan permusuhan adalah warisan. Tidak ada manusia yang terlahir membenci orang lain, demikian pula tidak semua orang sanggup tidak membenci orang lain. Terlebih jika mereka menanggung sebuah kutukan.
Resensi
Bersahabat dengan
‘Makhluk Kutukan’
Judul : Sang Penakluk Kutukan
Penulis : Arul Chandrana
Penerbit : Republika
Tanggal Terbit : Februari 2016
Tebal : 289 halaman
Harga : Rp 45.500,00
Setiap kebencian dan permusuhan adalah warisan. Tidak ada manusia yang terlahir membenci orang lain, demikian pula tidak semua orang sanggup tidak membenci orang lain. Terlebih jika mereka menanggung sebuah kutukan.
Adalah Ranti, seorang gadis
SD yang menjadi tokoh utama novel ini, pada suatu hari sedang pergi menuju
lautan. Dia harus melewati hutan dan menempuh perjalanan sejauh beberapa
kilometer dari rumahnya. Ranti sendirian, bernyanyi kecil sepanjang jalan,
kemudian sekuntum bunga liar di tepi jalan mencuri perhatiannya.
Ranti menepi untuk memetik bunga yang harum
itu. Tiba-tiba, di balik sebatang pohon tak jauh dari situ… pertemuan
pertamanya dengan si makhluk kutukan terjadi. Pertemuan yang akan menjungkir
balikkan kehidupannya dan kehidupan semua orang di desanya. Pertemuan yang
menyebabkan kehebohan luar biasa sehingga semua orang di desa berdiri rapat
dengan permusuhan semakin membengkak. Makhluk kutukan itu sudah sepuluh tahun
diusir dari desa, dan kini seorang bocah kecil melanggar pantangan terbesar
bagi semua orang.
Kisah yang disuguhkan dalam
novel “Sang Penakluk Kutukan” tidak hanya berpusar di konflik makhluk kutukan
tapi juga menampilkan kisah persahabatan, ikatan keluarga, sifat masyarakat
yang picik dan mudah menuduh, perdukunan, juga sekelumit ilmu pengobatan
tradisional.
Di sekolahnya, Ranti harus
menghadapi permusuhan beberapa siswa lainnya karena ayahnya yang berprofesi
sebagai herbalis. Bocah-bocah usil itu tidak henti-hentinya menjahili Ranti.
Untunglah Ranti memiliki seorang sahabat yang senantiasa menemaninya menghadapi
siswa-siswa tengil itu. Masalahnya, bukan hanya sesama siswa yang memusuhi Ranti,
salah satu guru pun memusuhi Ranti sekeluarga.
Setelah pertemuan tidak
sengaja dengan si makhluk kutukan, Ranti sama sekali tidak mengira jika akan
ada beberapa pertemuan berikutnya. Pertemuan yang membuka matanya, membuatnya
mengerti banyak hal yang tidak dipahami orang-orang di desanya. Ranti pun
mencari tahu sejarah si makhluk kutukan, sejarah yang campur baur antara mitos
raja jin dan kebenaran yang disembunyikan. Akhirnya, Ranti memiliki
persahabatan yang tidak dimiliki oleh siapa pun di Bawean: persahabatan dengan
si makhluk kutukan. Hanya saja, sebagian persahabatan adalah rahasia yang
semestinya disembunyikan.
Sampai hari ini, Arul Chandrana
adalah novelis pertama dan satu-satunya dari Pulau Bawean, sebuah pulau kecil
di tengah lautan utara pulau Jawa. Pada dekade 90an ke belakang, di Bawean
pengobatan dokter bukanlah pilihan pertama. Hampir semua orang yang sakit akan
dibawa ke dukun atau kyai. Pengobatan ini selalu menjadikan setan sebagai biang
kerok setiap penyakit. Dan ketika sebuah penyakit tak bisa disembuhkan, atau
ketika muncul suatu penyakit yang demikian aneh dan mengerikan, penderitanya
harus rela menjalani pengucilan dan pengasingan. Lebih buruk lagi, pengusiran.
Tema inilah yang diambil oleh Arul Chandrana dalam buku terbarunya ini. (Har)
Peelsiana
Bu Sronto Baper
Siang itu Bu Sronto merasa
baper. Eh, apa itu baper? Bau perasaan? Gara-gara Kepala Bidang mengajak
bepergian, berdua saja. Lho? Nah, salahnya juga Bu Sronto yang umbar foto selfie di depan mobil perusahaannya
ketika di rumah makan mewah. Kontan saja Pak Kepala Bidang uring-uringan.
“Bu, kok sampeyan ndadak pasang foto selfie di depan mobil perusahaan?” tanya
Pak Kepala Bidang bisik-bisik, takut ada yang dengar.
“Lha emangnya kenapa, Pak?”
tanya Bu Sronto genit.
“Bu Sronto tahu nggak, gara-gara
selfie sampeyan Direktur Utama negur
saya, bahkan saya diinterogasi. Mengapa kita hanya berdua ketika mengadakan
kunker, mana lainnya? Terus saya jawab apa coba?” tanya Pak Sronto masih kesal.
“Terus, saya harus bilang ‘wow’
begitu, Pak?” tanya Bu Sronto masih genit.
“Aduh, bukan begitu, Bu!
Mestinya sampeyan nggak pasang foto itu. Yang kena semprot saya,Bu…” kata Pak Kepala
Bidang.
“EGP, Pak!” kata Bu Sronto sewot.
Pak Kepala Bidang yang memang
kepalanya bidang alias botak itu hanya geleng-geleng kepala.
Bu Biang dan Bu Lala yang
pura-pura tidak tahu, padahal memasang kamera tersembunyi dan menyadap
diam-diam kayak di acara “Katakan Putus” itu hanya geleng-geleng kepala. “Hem.
Jadi antara Bu Sronto dan Pak Kepala Bidang itu ada aroma sedap atau Bu Sronto yang baper. Cuma diajak Pak Kepala
Bidang sekali saja langsung pamer foto selfie
dipasang di medsos lagi,” kata Bu Biang.
“Lagian, ngapain sih, Pak Kepala
Bidang itu ngajak-ajak Bu Sronto yang suka baper itu berdua lagi. Wuih, kalau
menuai badai ya salah Pak Kepala Bidang sendiri, ya nggak?” tanya Bu Lala
menguatkan curhatan Bu Biang.
“Sssst,” kata Bu Biang
menempelkan jari di bibirnya.
“Huh, ngrumpi. Kurang kerjaan
ya?” tanya Bu Sronto sinis..
“Uf. Dasar baper!” jawab Bu
Biang lirih.
“Kenapa sih,Bu, kok ditanggapi?” tanya Bu Lala.
“Ya, sejak Kepala Bidang ganti
si Kepala Bidang alias botak itu sekarang apa-apa yang diajak Bu Sronto. Kita
dianggap dah tua ya,Bu?” tanya Bu Lala.
“Ah, sampeyan kok ya baper tho,
Bu. Kita kan cukup di balik meja saja bekerjanya. Biar yang mrusuh-mrusuh dan
berpenampilan menarik saja yang diajak pergi, kita mengalah saja ya, Bu?” kata Bu Biang.
“Ah, sejak si Kepala Bidang
itu Bu Sronto memang diberi tanggung jawab banyak, kayak nggak ada pegawai lain
saja,” keluh Bu Lala.
“Nah, mulai baper lagi!” kata
Bu Biang.
Nggak usah dibawa baper deh,
kalau Bu Sronto didekati si Kepala Bidang itu bonusnya. Utamanya kan bekerja tho.
Begitu juga si Kepala Bidang dekat Bu Sronto juga bonusnya aja bukan modus
hahaha….
YPL
Menyapa
Membangun Kualitas Hidup
Bersama di YPL
Oleh : Br. Ag. Giwal Santoso, FIC
Kebijakan Yayasan Pangudi Luhur dalam proses seleksi karyawan,
pada saat karyawan diangkat sebagai tenaga tetap ada penandatanganan MoU antara Yayasan dengan karyawan yang
bersangkutan. Isi MoU antara lain mencantumkan
mengenai tanggung jawab, hak dan kewajiban masing-masing pihak yang dituangkan dalam
kesepakatan bersama secara tertulis dan bermeterai. Paparan tulisan ini lebih menyorot
dan memaknai mengenai tanggung jawab moral, dimana hal ini tidak tertuliskan secara
eksplisit dalam kesepakatan bersama tersebut.
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, bertanggung jawab adalah kewajiban
menanggung, memikul, menanggung segala sesuatunya dan akibatnya. Tanggung jawab
adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun
yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran
akan kewajiban. Tanggung jawab itu bersifat kodrati, artinya sudah menjadi bagian
hidup manusia, bahwa setiap manusia dibebani dengan tanggung jawab.Tanggung jawab
adalah kewajiban yang harus dipikul sebagai akibat dari perbuatan pihak yang
berbuat.Tanggung jawab adalah ciri manusia yang beradab.
Sebagai bahan refleksi atau penyadaran,
mungkin pertanyaan-pertanyaan berikut akan membantu penyadaran bersama. Apakah tanggung jawab kita sebagai pendidik yang bekerja di Yayasan
Pangudi Luhur?Apakah kewajiban kita sebagai pendidik yang hidup bersama dalam sebuah
unit karya sekolah? Kesadaran dan
kewajiban apa yang perlu kita usahakan dalam melaksanakan karya kerasulan bersama?
Pada hakikatnya panggilan kita sebagai pendidik adalah hidup dalam
persekutuan, hidup bersama dengan orang lain, di mana kita sebagai pendidik mempunyai
tanggung jawab untuk sanggup dan rela untuk saling membantu, menopang,
menghibur dan memberi semangat maupun saling memberi koreksi satu sama lain.
Hidup bersama dalam komunitas adalah suatu perjumpaan dari pribadi-pribadi yang
dipersatukan dalam ikatan karya yang disemangati oleh spirit Visi dan Misi Yayasan.Hidup
bersama bisa terjadi kalau di dalamnya ada persaudaraan yang dipersatukan oleh iman
yang sama, harapan yang sama dan cinta kasih yang sama.
Dapat dikatakan, faktor-faktor yang menjadi tali pemersatu karya kerasulan
isinya adalah iman akan Kristus dan kulitnya atau wadahnya adalah Yayasan Pangudi
Luhur. Kristus menjadi titik pertemuan ikatan tali persaudaraan kita sebagai pendidik
yang hidup dalam satu Yayasan. Maka
sebenarnya kehadiran dalam acara-acara kebersamaan di tingkat Yayasan maupun unit sekolah akan sangat besar nilainya, sekaligus hal
ini merupakan tanggung jawab sebagai pribadi yang hidup bersama dalam
komunitas.
Satu ungkapan yang pernah saya dengar dari
celetukan seorang pendidik di tempat kerja saya, “Kalau saya bisa selalu hadir dalam acara kebersamaan berarti saya akan menghilangkan dosa”. Pendidik tersebut
merasa, ketika tidak bisa hadir dalam kebersamaan acara sekolah ada pendidik lain lain yang suka ngrumpi, suka berapriori, mungkin dia merasa terganggu bila ada salah satu rekannya yang tidak bisa hadir dalam kebersamaan. Dalam konteks ini dosa yang dimaksudkan adalah: dosa ngrumpi,
dosa berapriori/ prejudis.
Tanggung jawab sebagai pribadi yang merupakan
bagian dari anggota komunitas adalah pemberian diri, persembahan diri,
pengkudusan diri. Setiap dari kita dipersatukan dalam yayasan oleh iman yang sama, oleh spiritualitas yang sama, dan kesatuan itu akan menjadi kuat apabila masing-masing pribadi
menyumbangkan dirinya, menyumbangkan bakat dan kemampuannya secara total, penuh
kesadaran, kerelaan dan tentunya kedamaian diri yang sesungguhnya.
Keindahan hidup kita sebagai pendidik ketika keanekaragaman dan adanya perbedaan-perbedaan masing-masing pribadi bisa sinergis dalam
usaha saling mengisi dan mewarnai.Dengan perbedaan,
kita dapat saling memberi pembelajaran satu dengan yang lain, dengan perbedaan kita
bisa saling melengkapi, dari keberagaman kita kita dapat membangun kehidupan rohani
yang lebih dewasa dan bermutu.
Menyadari bahwa setiap orang memiliki pribadi yang berbeda-beda,
kita belajar untuk menghargai, meghormati serta memahami perbedaan-perbedaan
yang ada. Namun ini bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah. Diperlukan sikap kerendahan
hati dari tiap-tiap pribadi. Kerendahan hati kita dapat tumbuh dan berkembang jika
kita siap menerima segala sesuatu dengan hati terbuka. Menahan diri dari sikap reaktif yang bisa
merusak relasi antar pribadi. Untuk itu dibutuhkan
waktu untuk duduk sendiri dan merenung, berusaha meneliti batin kita dan kehidupan
kita, untuk kemudian menerima orang lain apa adanya, dan mencari hal-hal yang indah dalam diri
sesama.
Demi tercapainya semua hal itu, perlunya menyediakan diri untuk
dibentuk oleh pengalaman sehari-hari bersama semua anggota yang lain dalam
komunitas. Dalam pengalaman hidup bersama di komunitas sangat tidak mudah
mengubah orang, mengharapkan orang lain untuk berubah sesuai dengan kehendak kita, tetapi mengubah diri sendiri
selalu mungkin. Maka, usaha memperbaiki hidup bersama mulai dari diri sendiri.”Kasihilah sesamamu seperti kamu mengasihi
dirimu sendiri” (Mat.19:19). Tuntutan yang
berlebihan pada orang lain sekomunitas seringkali bukanlah cara yang tepat
untuk memperbaiki keadaan yang lebih baik, mungkin yang terjadi justru
sebaliknya.
Lewat Injil Mat.18:15-17, Yesus
mengajarkan kepada kita tentang bagaimana cara memberikan nasihat atau memberi tahu pada sesama. 18:15 : Apabila saudaramu
berbuat dosa, tegurlah
dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah
mendapatnya kembali.18:16 : Jika ia tidak
mendengarkan engkau, bawalah seorang atau dua orang lagi, supaya atas
keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu tidak disangsikan.18:17 : Jika ia tidak mau mendengarkan mereka, sampaikanlah
soalnya kepada jemaat. Dan jika ia tidak mau juga mendengarkan jemaat,
pandanglah dia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut
cukai.
Dari kutipan tadi Yesus menawarkan salah satu cara
dalam hal: memberitahu, menasihati, memperingatkan. Jangan mempermalukan orang,
berusahalah mengambil hatinya sampai ia menyadari kesalahan dan memperbaiki
sikapnya. Jika menemui kesulitan, mintalah bantuan orang lain untuk menjadi
penengah atau bahkan membantu menyelesaikan masalah di antara kalian. Kalau
tidak bisa diatasi, maka kita perlu menyerahkannya kepada Tuhan, agar Ia
sendiri yang mengatasi kelemahan orang itu. Tidak ada orang yang tercipta
sempurna di dunia ini, Kita mesti insyaf bahwa kita juga pencipta masalah,
betapa pun kecilnya, dan harus mau memperbaiki diri. Selalu ada kekurangan dalam
satu komunitas besar, seperti juga di dalam setiap pribadi ada kekurangan itu.
Berhadapan dengan pribadi berbeda dalam komunitas,
mungkin ada kecenderungan dalam
diri kita yaitu ingin mengubah orang lain
agar semakin seperti yang kita impikan. Kita ingin membangun komunitas ideal,
seperti yang kita idealkan, seperti yang kita impikan, tetapi tidak mau tahu
apakah orang lain siap untuk mengikuti semangat kita. Atau apakah yang kita
anggap baik itu sungguh-sungguh baik menurut kebanyakan orang. “Kelemahan pertama dari seorang anggota
komunitas adalah merasa diri paling benar dan menuntut kebanyakan orang untuk bertindak dan bersikap seperti yang dia
inginkan.”
Kita berhadapan dengan konsekuensi hidup dalam
komunitas. Hidup kita dicampur dengan orang lain yang semula tidak kita
inginkan, tidak kita impikan, tidak kita pilih, berlatar belakang lain, tetapi
harus dapat bekerjasama dengan kita. Kita menghadapi konsekuensi membuat
harmonisasi diri dengan orang lain yang baru kita jumpai dalam keadaan “sudah jadi”
atau telah dewasa, bukan anak-anak yang bisa kita kuasai, pengaruhi atau
kendalikan. Sikap kerdil yang mau menang sendiri; mau mendahulukan kepentingan
sendiri; mau dimengerti, tetapi kurang mau mengerti orang lain; suka merajuk;
pendendam; suka menyendiri adalah tanda-tanda awal kekurangan dalam kecakapan
dalam membangun hidup bersama. Ingatlah, salah satu bentuk pertobatan kita yang
maha penting adalah menjadi semakin cakap dalam bergaul dan
bekerja sama, semakin bertanggung jawab bersama.
Hidup bersama, bertanggung jawab bersama, yang baik
adalah buah dari kesungguhan setiap anggotanya untuk menciptakan suatu hidup
yang menyenangkan yang saling mengerti, menerima dan mengasihi. Persaudaraan
hanya mungkin kalau pemahaman akan persaudaraan bersama ini dimengerti
bersama-sama. Persaudaraan hanya mungkin kalau kita masing-masing dekat dengan
Allah dalam hidup rohani yang terpelihara. Orang bisa mengalami kesulitan dalam
hidup komunitasnya. Akan tetapi, kalau hidup rohaninya baik dan terpelihara,
orang itu akan lebih mudah dibentuk, diarahkan dan diubah menjadi lebih baik
sebagai anggota komunitas. Pupuklah tanggung jawab itu di dalam diri kita
bersama-sama. Berusahalah menciptakan komunikasi yang sehat di antara kita.
Komunikasi seperti ini hanya mungkin kalau orang saling percaya, menghormati,
dan mencintai satu sama lain.
Panggilan kita sebagai pendidik selalu
memiliki dimensi kebersamaan. Dalam
era yang sangat diwarnai oleh individualisme, sangatlah penting seorang pemimpin
unit kerja untuk mendorong anggotanya untuk berkarya dalam tim, untuk mengelola
unit karya secara bersama. Di tengah derasnya arus individualisme kita perlu mempromosikan
kerja tim, kerja kelompok, ikatan karya satu dengan yang lainnya. Kita berharap
bahwa masing-masing dari kita dapat memberikan kontribusi positif dalam peningkatan
mutu pelayanan kita.